Me Goeroeh92

Rabu, 15 Januari 2014

Makalah Islam di Indonesia

Masuknya Islam Ke Indonesia

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.

Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.

Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil’alamin.

Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah – terutama Belanda menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.

Menurut beberapa sejarawan, agama Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang muslim. Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan Islam masuk ke Indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses masuknya Islam ke Indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori Persia.
  1. Teori Gujarat, Teori yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje ini menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Kambay(Gujarat), India.
  2. Teori Persia, Teori ini dipelopori oleh P.A Husein Hidayat. Teori Persia ini menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Persia (sekarang Iran) karena adanya beberapa kesamaan antara kebudayaan masyarakat Islam Indonesia dengan Persia.
  3. Teori Mekkah, Teori ini adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa Islam baru sampai di Indonesia pada abad ke-13 dan dibawa oleh orang Gujarat. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekkah (arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari Cina yang menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.

Sebuah batu nisan berhuruf Arab milik seorang wanita muslim bernama Fatimah Binti Maemun yang ditemukan di Sumatera Utara dan diperkirakan berasal dari abad ke-11 juga menjadi bukti bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia jauh sebelum abad ke-13.

Proses Masuknya Islam di Indonesia

Proses masuknya islam ke Indonesia dilakukan secara damai dengan cara menyesuaikan diri dengan adat istiadat penduduk lokal yang telah lebih dulu ada. Ajaran-ajaran Islam yang mengajarkan persamaan derajat, tidak membeda-bedakan si miskin dan si kaya, si kuat dan si lemah, rakyat kecil dan penguasa, tidak adanya sistem kasta dan menganggap semua orang sama kedudukannya dihadapan Allah telah membuat agama Islam perlahan-lahan mulai memeluk agama Islam.

Proses masuknya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai dan dilakukan dengan cara- cara sebagai berikut.
1.      Melalui Cara Perdagangan
Indonesia dilalui oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China dan daerah lain di Asia. Letak Indonesia yang strategis ini membuat lalu lintas perdagangan di Indonesia sangat padat padat dilalui oleh para pedagang dari seluruh dunia termasuk para pedagang muslim. Para pedagang muslim ini banyak bermukim di daerah pesisir pulau Jawa dan Sumatera yang penduduknya masih menganut agama Hindu. Para pedagang ini mendirikan masjid dan mendatangkan para ulama dan mubalig untuk mengenalkan nilai dan ajaran Islam kepada penduduk lokal.

2.      Melalui Perkawinan
Bagi masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kelangan yang terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah, sang gadis akan menjadi muslim terlebih dahulu. Pernikahan secara muslim antara para saudagar muslim dengan penguasa lokal ini semakin memperlancar penyebaran Islam di Nusantara.

3.      Melalui Pendidikan
Pengajaran dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamannya dan akan mendakwahkan Islam di kampung masing-masing.

4.      Melalui Kesenian
Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada penduduk lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandang yang mementaskan wayang untuk mengenalkan agama Islam. Cerita wayang yang dipentaskan biasanya dipetik dari kisah Mahabrata atau Ramayana yang kemudian disisipi dengan nilai-nilai Islam.
  
Masuknya Islam ke Aceh

Selain Syaikh Isma’il dari Mekah, Kerajaan Samudera Pasai juga didatangi olehulama-ulama lain dari Timur Tengah, Persia dan India. Dari India, misalnya, Faqir Ma’abri(Mengir) datang ke Pasai dalam rangka syiar Islam.
Sejak ini, Pasai berkembang menjadiKerajaan Islam yang terkenal di kawasan Asia Tenggara. Bahkan dalam bidang identitaskeislaman, pernah terjalin hubungan yang baik antara Kerajaan Pasai, Malaka, Demak danBlambangan Jawa Timur. Penguasa Malaka, Sultan Mansur Syah pernah meminta kepadaulama Pasai (Makhdum Pematakan) untuk menjelaskan isi kitab Durr Manzum yang diberikan kepadanya oleh Mawlana Abu Bakr yang datang ke Malaka.

Maulana Ishaq,salah seorang ulama Pasai juga dikirim ke Blambangan, Jawa Timur untuk mengembangkan agama Islam. Bahkan ketika Pasai diinvasi oleh Majapahit pertengahanabad ke-14, dakwah Islam ke wilayah Nusantara lainnya tidak terhenti karenanya.Al-Chaidar merujuk pada Tawarikh Raja-raja Kerajaan Aceh karya M. Yunus Jamildan Tarikh Aceh dan Nusantara karya Haji Zainuddin, menyatakan bahwa Sultan kerajaan. Samudra Pasai juga mengirim para dai untuk menyebarluaskan agam Islam ke berbagaiwilayah di Nusantara dan wilayah Melayu lainnya.
Sidi Abdul Aziz diutus ke Malaka,sehingga Raja Malaka, Parameswara (dari Kerajaan Sriwijaya memeluk Islam serayamengganti namanya dengan Megat Iskandar syah dan anaknya dikawinkan dengan outriSultan Zainal Abidin (1383-1400) dari Samudera Pasai. Para dai Pasai juga sampai diKedah, sehingga Raja Pra Ang Madan angsa memeluk Islam dan merubah namanyamenjadi Muzlafaz Syah. Sementara untuk wilayah Patani (Thailand), Islam dibawa olehulama Pasai yang beranama Syekh Said, dan bukti sejarah yang sekarang masih bisadisaksikan adalah adanya Makam Tok Pasai di Patani.

Penyebaran Islam ke Brunei danFilipina Selatan dilakukan oleh ulama Pasai lainnya, masing-masing bernama Syaikh Syarif Kasim dan Syaikh Abubakar.Fatahillah yang dikenal luas dengan Faletehan atau Sunan Gunung Jati juga ulamakelahiran Pasai sekitar tahun 1490.
Setelah belajar di Tanah Suci, Fatahillah kembaliNusantara dan menuju Banten. Selama di Banten, Fatahillah membantu Kerajaan Demak mengalahkan Sunda Kelapa (Kini Tanjung Priok) dan berhasil mendirikan kota Jayakarta(kini Jakarta). Sejak ini, Islam kemudian menjadi lebih berkembang di Jawa. PenyebaranIslam juga sampai di Cirebon yang dilakukan oleh Maulana Ishak, di Gresik oleh MaulanaMalik Ibrahim dan di Jawa Timur oleh Sunan Ampel.

Era berikutnya adalah Kerajaan Aceh Darussalam, yang eksis sekitar lima abad.Catatan sejarah dalam
Tawarikh Raja-raja Kerajaan Aceh menginformasikan bahwa jauhsebelum adanya pengaruh Islam, di ujung Aceh telah berdiri Kerajaan Hindu Indra Purbadengan Lamuri (wilayah yang kini termasuk Aceh Besar) sebagai pusatnya. Setelahmenduduki Kerajaan Indra Jaya antara tahun 1059-1069, tentara Tiongkok menyerangKerajaan Indra Purba yang ketika itu diperintah oleh Maharaja Indra Sakti.

Kemudian tentara Tiongkok dikalahkan oleh sekitar 300 orang di bawah pimpinan Syaikh AbdullahKan’an, yang bergelar syiah Hudan, seorang keturunan Arab Kan’an dari Kerajaan IslamPureulak. Atas keberhasilan ini, kemudian Maharaja Indra Sakti dan rakyat Indra Purbamenganut Islam, bahkan ia mengawinkan putrinya Blieng Keusuma dengan Muerah Johanyang turut mengusir tentara Tiongkok. Setelah Maharaja Indra sakti Meninggal,diangkatlah Meurah Johan sebagai Raja Indra Purba dengan gelar Sultan Alaiddin JohanSyah dan nama Kerajaan Darussalam yang berpusat di Bandar Darussalam, pada hariJum’at, Bulan Ramadhan 601 H (1205 M).
  

Masuknya Islam di Pulau Jawa

Sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, mayoritas masyasarakat jawa menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Selain menganut kepercayaan tersebut masyarakat Jawa juga dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha dari India. Seiring dengan waktu berjalan tidak lama kemudian Islam masuk ke Jawa melewati Gujarat dan Persi dan ada yang berpendapat langsung dibawa oleh orang Arab.

Kedatangan Islam di Jawa dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan kubur bernama Fatimah binti Maimun serta makam Maulana Malik Ibrahim. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam yaitu: perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik.

Islam Masuk Ke Tanah Jawa
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.

1.      Masyarakat Jawa Sebelum Islam Datang
a.       Jawa Pra Hindu-Budha
Situasi kehidupan “religius” masyarakat di Tanah Jawa sebelum datangnya Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan yang asli telah dianut oleh orang Jawa. Sebelum Hindu dan Budha, masyarakat Jawa prasejarah telah memeluk keyakinan yang bercorak animisme dan dinamisme. Pandangan hidup orang Jawa adalah mengarah pada pembentukan kesatuan numinous antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat.

Di samping itu, mereka meyakini kekuatan magis keris, tombak, dan senjata lainnya. Benda-benda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magis ini selanjutnya dipuja, dihormati, dan mendapat perlakuan istimewa.

b.      Jawa Masa Hindu-Budha
Pengaruh Hindu-Budha dalam masyarakat Jawa bersifat ekspansif, sedangkan budaya Jawa yang menerima pengaruh dan menyerap unsur-unsur Hinduisme-Budhisme setelah melalui proses akulturasi tidak saja berpengaruh pada sistem budaya, tetapi juga berpengaruh terhadap sistem agama.

Sejak awal, budaya Jawa yang dihasilkan pada masa Hindu-Budha bersifat terbuka untuk menerima agama apapun dengan pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka sangatlah wajar jika kebudayaan Jawa bersifat sinkretis (bersifat momot atau serba memuat).

Ciri lain dari budaya Jawa pada saat itu adalah sangat bersifat teokratis. Pengkultusan terhadap raja-raja sebagai titisan dewa adalah salah satu buktinya. Dalam hal ini Onghokham menyatakan:

Dalam kerajaan tradisional, agama dijadikan sebagai bentuk legitimasi. Pada jaman Hindu-Budha diperkenalkan konsep dewa-raja atau raja titising dewa. Ini berarti bahwa rakyat harus tunduk pada kedudukan raja untuk mencapai keselamatan dunia akhirat. Agama diintegrasikan ke dalam kepentingan kerajaan/kekuasaan. Kebudayaan berkisar pada raja, tahta dan keraton. Raja dan kehidupan keraton adalah puncak peradaban pada masa itu.

Di pulau Jawa terdapat tiga buah kerajaan masa Hindu Budha, kerajaan-kerajaan itu adalah Taruma, Ho-Ling, dan Kanjuruhan. Di dalam perekonomian dan industri salah satu aktivitas masyarakat adalah bertani dan berdagang dalam proses integrasi bangsa. Dari aspek lain karya seni dan satra juga telah berkembang pesat antara lain seni musik, seni tari, wayang, lawak, dan tari topeng. Semua itu sebagian besar terdokumentasikan pada pahatan-pahatan relief dan candi-candi.

2.      Peranan Wali Songo dan Metode Pendekatannya
Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali Songo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa peranan Wali Songo sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.

Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.

Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
  2. Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
  3. Sunan Drajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
  4. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
  5. Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
  6. Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di Jawa dan luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
  7. Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
  8. Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
  9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.
Salah satu cara penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali tersebut ialah dengan cara mendakwah. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat (sebagai objek dakwah), dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.

3.      Islam Di Jawa Paska Wali Songo
Setelah para Wali menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa, kepercayaan animisme dan dinamisme serta budaya Hindu-Budha sedikit demi sedikit berubah atau termasuki oleh nilai-nilai Islam. Hal ini membuat masyarakat kagum atas nilai-nilai Islam yang begitu besar manfa’atnya dalam kehidupan sehari-hari sehingga membuat mereka langsung bisa menerima ajaran Islam. Dari sini derajat orang-orang miskin mulai terangkat yang pada awalnya tertindas oleh para penguasa kerajaan. Islam sangat berkembang luas sampai ke pelosok desa setelah para Wali berhasil mendidik murid-muridnya. Salah satu generasi yang meneruskan perjuangan para Wali sampai Islam tersebar ke pelosok desa adalah Jaka Tingkir. Islam di Jawa yang paling menonjol setelah perjuangan para Wali songo adalah perpaduan adat Jawa dengan nilai-nilai Islam, salah satu diantaranya adalah tradisi Wayang Kulit.
Kerajaan Islam di Indonesia Timur

Kerajaan Gowa-Tallo

Gowa dan Tallo. Kedua kerajaan ini kemudian bersatu. Raja Gowa, Daeng Manrabia, menjadi raja bergelar Sultan Alauddin dan Raja Tallo, Karaeng Mantoaya, menjadi perdana menteri bergelar Sultan Abdullah. Karena pusat pemerintahannya terdapat di Makassar, Kerajaan Gowa dan Tallo sering disebut sebagai Kerajaan Makassar.
Kerajaan Gowa dan Tallo menjadi bandar utama untuk memasuki Indonesia Timur yang kaya rempah-rempah. Kerajaan Makassar memiliki pelaut-pelaut yang tangguh terutama dari daerah Bugis. Mereka inilah yang memperkuat barisan pertahanan laut Makassar. Raja yang terkenal dari kerajaan ini ialah Sultan Hasanuddin (1653-1669). Hasanuddin berhasil memperluas wilayah kekuasaan Makassar baik ke atas sampai ke Sumbawa dan sebagian Flores di selatan.

Tata kehidupan yang tumbuh di Makassar dipengaruhi oleh hukum Islam. Kehidupan perekonomiannya berdasarkan pada ekonomi maritime, perdagangan dan pelayaran. Sulawesi Selatan sendiri merupakan daerah pertanian yang subur. Daerah-daerah taklukkannya di tenggara seperti Selayar dan Buton serta di selatan seperti Lombok, Sumbawa, dan Flores juga merupakan daerah yang kaya dengan sumber daya alam. Semua itu membuat Makassar mampu memenuhi semua kebutuhannya bahkan mampu mengekspor. Kerajaan ini memiliki pelaut-pelaut yang tangguh dan terletak di pintu masuk jalur perdagangan Indonesia Timur, disusunlah Ade’Allapialing Bicarana Pabbalri’e, sebuah tata hukum niaga dan perniagaan dan sebuah naskah lontar yang ditulis oleh Amanna Gappa.15
Hasanuddin bercita-cita menjadikan Makassar sebagai pusat kegiatan perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini merupakan ancaman bagi Belanda sehingga sering terjadi pertempuran dan perampokan terhadap armada Belanda. Belanda kemudian menyerang Makassar dengan bantuan Aru Palaka, raja Bone.

Belanda berhasil memaksa Hasanuddin, Si Ayam Jantan dari Timur itu menyepakati Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Isi perjanjian itu ialah Makassar menjadi kekuasaan VOC dan perdagangan di Makassar menjadi hak monopoli VOC. Dengan ditandatanganinya perjanjian ini, VOC telah berhasil merebut Makassar.

Kerajaan Ternate dan Tidore
Ternate merupakan kerajaan Islam di timur yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur sebagai raja. Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang karena Maluku kaya akan rempah-rempah.
Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Ketika Portugis dan Spanyol datang ke Maluku, kedua kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan tersebut terjadi persaingan. Portugis yang masuk Maluku pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng Sao Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagai sekutunya.
Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Di lain pihak, ternyata bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran agama mereka. Penyebaran agama ini mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun (1550-1570). Ketika diajak berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo, Sultan Khairun dibunuh oleh Portugis.

Dengan masuknya Spanyol dan Portugis ke Maluku, kehidupan beragama dan bermasyarakat di Maluku jadi beragam: ada Katolik, Protestan, dan Islam. Pengaruh Islam sangat terasa di Ternate dan Tidore. Pengaruh Protestan sangat terasa di Maluku bagian tengah dan pengaruh Katolik sangat terasa di sekitar Maluku bagian selatan.
Setelah sadar bahwa mereka diadu domba, hubungan kedua kerajaan membaik kembali. Sultan Khairun kemudian digantikan oleh Sultan Baabullah (1570-1583). Pada masa pemerintahannya, Portugis berhasil diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak terlepas dari bantuan Sultan Tidore. Bahkan ternate berhasil memperluas wilayah hingga ke Filiphina. Sementara itu, Kerajaan Tidore mengalami kemajuan pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Sultan Nuku berhasil memperluas pengaruh Tidore sampai ke Halmahera, Seram, bahkan Kai di selatan dan Misol di Irian.

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN


A.Pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda
           Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan (Kristen Protestan). Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Pendidikan Dasar
2. Sekolah Latin
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
5. Sekolah Cina
6. Pendidikan Islam[1]

            Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya. Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya. Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain:
  1. Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu;
  2. Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial;
  3. Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada di Jawa.;
  4.  Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial.

          Maka pada tahun 1901 muncullah apa yang disebut dengan politik ETIS yakni politik balas budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pencetus politik ini adalah Van Deventer, yang kemudian politik ini dikenal juga dengan Trilogi Van Deventer. Secara umum isi dari politik ETIS ini ada tiga macam yaitu, Education (pendidikan), Imigrasi (perpindahan penduduk) dan Irigasi (pengairan). Yang akan dikupas adalah mengenai education atau pendidikan.[2] Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut:
  1. Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan.
  2. Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan.
  3. Pendidikan tinggi.

         Dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam pada zaman kolonial belanda tidak mendapat rintangan.hal ini ditandai dengan bermunculanya lembaga-lembaga pendidikan yang semuanya berjalan dengan lancar walaupun terlihat abiturienya tidak bisa diterima oleh mereka dan yakin kalau kesadaran dari pihak islam telah timbul untuk tidak bekerja pada belanda yang telah menjadi perintang kemajuan bangsa. Kenyataan seperti ini sayang msih berlaku sampai sekarang sehingga orang-orang islam kurang berperan dalam pemerintahan. Hal ini tentu penyebabnya adalah melemahnya kekuatan politik islam walaupun islam di indonesia mencapai jumlah yang sangat banyak.

B. Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang
          Pendidikan islam zaman penjajahan jepang dimulai pada tahun 1942-1945, sebab bukan hanya belanda saja yang mencoba berkuasa di Indonesia. Dalam perang pasifik (perang dunia ke II), jepang memenangkan peperangan pada tahun 1942 berhasil merebut indonesia dari kekuasaan belanda. Perpindahan kekuasaan ini terjadi ketika kolonial belanda menyerah tanpa sayarat kepada sekutu Penjajahan jepang di indonesia mempunyai konsep hokko ichiu (kemakmuran bersama asia raya) dengan semboyan Asia untuk asia.
    
         Jepang mengumumkan rencana mendirikan lingkungan kemakmuran bersama asia timur raya pada tahun 1940. Jepang akan menjadi pusat lingkungan pengaruh atas delapan daerah yakni: manchuria, daratan cina, kepuluan muangtai, malaysia, indonesia, dan asia rusia. Lingkungan kemakmuran ini disebut dengan hakko I chi-u (delapan benang dibawah satu atap).

           Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan pasifik. Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
  1. Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda
  2. Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.

         Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:
  1. Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
  2. Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang;
  3. Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin.
  4. Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
  5. Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan
  6. Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU.

           Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan. Kepercayaan jepang ini dimanfaatkan juga oleh umat islam untuk bagkit memberontak melawan jepang sendiri. Pada tanggal 8 juli 1945 berdirilah sekolah tinggi islam di Jakarta. Kalau ditinjau dari segi pendidikan zaman jepang umat islam mempunya kesempatan yang banyak untuk memajukan pendidikan islam, sehingga tanpa disadari oleh jepang sendiri bahwa umat islam sudah cukup mempunyai potensi untuk maju dalam bidang pendidikan ataupun perlawanan kepada penjajah. Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:


  1. Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
  2.  Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
  3.  Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
  4.  Pendidikan Tinggi Disini beberapa tujauan pendidikan islam ketika zaman penjajahan antara lain:
  1. Azaz tujuan muhamadiyah: mewujudkan masyarakat islam yang sebenarnya dan azaz perjuangan dakwah islamiyyah dan amar ma’ruf nahi Munkar
  2. INS(Indonesische Nadelanshe School) dipelopori oleh Muhammad syafi’i )1899-1969) bertuan memdidik anak untuk berpikir rasional, mendidik anak agar bekerja sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanam persatuan.
  3. Tujuan Nahdlatul Ulama: sebelum menjadi partai politik memgang teguh mahzab empat, disamping mejadi kemaslahatan umat islam itu sendiri. Kesimpulanya ialah bahwa tujuan pendidikan islam yang pertama adalah menanamkan rasa keislaman yang benar guna kepentingan dunia dan Akhirat, dan yang kedua membelah bangsa dan tanah air untuk memdapatkan kemerdekaan bangsa itu sendiri ataupun kemerdekaan secara manusiawi.
  
Perkembangan Islam Terhadap Pembangunan di Indonesia

Peranan Umat Islam pada Masa Pembangunan
Berkat rahmat Allah SWT, usaha perjuangan kaum muslimin dan seluruh lapisan masyarakat berhasil dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. proses perjuangan yang panjang dalam merebut  kembali kemerdekaan yang telah dirampas oleh penjajah, telah banyak mengobarkan berupa harta benda, jiwa dan raga kaum muslimin.
Setelah merdeka, bebas dari kungkungan kaum penjajah, kaum muslimin secara bertahap mengisi kemerdekaan itu dengan pembangunan disegala bidang, pembangunan fisik material berupa perbaikan sarana transportasi, pertanian, perumahan dan perekonomian, sehingga pembangunan fisik material secara bertahap makin lama makin meningkat. Pembangunan bidang mental seperti meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama, meningkatkan pendidikan, mengembangkan kehidupan dan sosial kemasyarakatan yang aman tertib dan rukun juga dilaksanakan.
Kaum muslimin selalu membangun dan mengisi kemerdekaan itu dengan menselaraskan pembangunan materiil dan spirituil dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur. Kaum muslimin bersama segenap anggota bangsa Indonesia lainnya kini mengatur dan memerintah bangsanya sendiri. Pemerintahan dilaksanakan dengan cara yang demokratis. Keamanan, ketertiban dan kesejahteraan sosial terus diupayakan dan ditegakkan. Demikian juga persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga terwujudlah negara yang aman, adil dan makmur dengan penuh limpahan rahmat dan ridha Allah SWT, sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yang dituangkan dalam UUD 1945.

Peranan Organisasi Islam dalam Masa Pembangunan
Organisasi Islam yang sejak zaman penjajah selalu membina dan mendidik umat dengan berbagai ilmu pengetahuan dan mengembangkan semangat perjuangan menentang penjajah, maka setelah merdeka usaha itu pada dasarnya tetap terus dikembangkan dan ditingkatkan lebih baik. Sikap menentang penjajahan dialihkan dan diganti dengan sikap giat, semangat dan etos kerja untuk mencapai ketinggian ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan mengisi pembangunan bangsa.
Dalam rangka ikut serta meningkatkan pengetahuan, kecerdasan  dan kualitas masyarakat telah diupayakan melalui pendidikan pada jalur sekolah. Didirikanlah oleh organisasi-organisasi Islam berbagai lembaga pendidikan dari jenjang pendidikan dasar seperti SD, SMP, pendidikan menengah seperti SMA dan pendidikan tinggi seperti Universitas dan Institut yang tersebar diseluruh daerah. Diantara oragnisasi Islam yang giat dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan ialah Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Al-Washliyah, Al-Irsyad, Djamiat Khair, GUPPI, PUI, Al-Khairat, ICMI dan lain-lain.

Peranan Para Individu Muslim dalam Pembangunan
Organisasi Islam yang berperan dalam pembangunan Nasional bukan hanya mereka yang tergabung dalam organisasi. Banyak orang Islam secara pribadi baik sebagai dokter, dosen, pejabat negara, wakil rakyat di DPR, pengusaha, Cendikiawan, petani, guru, pengrajin, dan lain-lain mereka semuanya melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan profesi dan keahliannya masing-masing. Tanpa terikat dengan organisasi keagamaan, mereka menyumbangkan dharma baktinya kepada nusa dan bangsa. Memang menjadi umat Islam tidak harus menjadi anggota organisasi atau partai Islam. Menurut Al Qur’an orang Islam yang baik adalah yang paling bertakwa, yang beriman kepada Allah dan beramal shaleh, dimanapun mereka berada.

Peranan Lembaga Pendidikan dalam Masa Pembanguna
Lembaga pendidikan Islam dalam kegiatannya lebih menekankan pembinaan, peningkatan ilmu pengetahuan dan kecerdasan masyarakat melalui pendidikan pada jalur sekolah dan luar sekolah.
Peningkatan ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas yang melalui jalur pendidikan sekolah biasanya terdiri dari pendidikan sekolah umum, seperti SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi dan Madrasah seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan perguruan tinggi agama seperti IAIN
Melalui pendidikan ini secara bertahap ilmu pengetahuan bertambah meningkat dan Sumber Daya Manusia lebih berkualitas. Dengan meningkatnya kualitas masyarakat maka hasil kerja masyarakatpun semakin meningkat. Dengan demikian meningkatnya hasil umat melalui jalur luar sekolah, antara lain dilaksanakan melalui pengajian, Taman Bacaan Al Qur’an, kursus-kursus ilmu keagamaan dan pembinaan di Masjid-Masjid.
Demikanlah betapa besar peranan kelembagaan pendidikan Islam dalam pembangunan pembangunan bangsa erat kaitannya dengan sumber daya manusianya sebagai pelaksana pembangunan itu sendiri.
Pembinaan manusia Indonesia seutuhnya dan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Islam tidak bisa dipandang sebelah mata. Di setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh yang besar. Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat Islam.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini. Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara. Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.
Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam. Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik.
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri. Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan. Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam. Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.
  

Contoh Perkembangan Islam Di Indonesia

Contoh-contoh perkembangan Islam di Indonesia

Kerajaan Islam yang berkembang di Indonesia:
Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam yang pertama kali berdiri di Indonesia. Kerajaan Samudra Pasai yang terletak di Lhokseumawe berdiri pada abad ke-13. Raja pertama Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al Saleh yang memerintah hingga tahun 1297.
Sepeninggal Sultan Malik Al Saleh, Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al Tahir. Pada masa pemerintahannya Samudra Pasai berkembang menjadi daerah perdagangan dan penyebaran Islam.
Banyak pedagang muslim Arab dan Gujarat yang tinggal di Samudra Pasai sehingga Samudra Pasai berperan besar dalam penyebaran agama Islam di Indonesia
Perkembangan Kerajaan Samudra Pasai didorong beberapa faktor yaitu :
  1. Letak Samudra Pasai strategis di tepi selat Malaka
  2. Melemahnya kerajaan Sriwijaya yang menyebabkan Samudra Pasai berkesempatan untuk berkembang
Samudra pasai selanjutnya diperintah oleh Sultan Ahmad. PADA masa ini terjalin dengan kesultanan Dehli di India yang dibuktikan dengan kedatangan Ibnu Batutah di Samudra Pasai tahun 1345 kerajaan Samudra Pasai akhirnya mengalami kemunduran sepeninggal Sultan Ahmad. Hal ini disebabkan oleh terdesaknya perdagangan Samudra Pasai oleh Malaka

Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh berdiri pada awal abad ke-16 yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah setelah berhasil melepaskan diri dari kerajaan Pedir. Beberapa faktor yang mendorong berkembangnya kerajaan Aceh, antara lain :
  • Jatuhnya Malaka dalam kekuasaan Portugis tahun 1511
  • Letak kerajaan Aceh sangat strategis pada jalur perdagangan internasional
  • Kerajaan Aceh mempunyai pelabuhan dagang yang ramai dan menjadi pusat agama Islam.

Kerajaan Aceh akhirnya mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Wilayah kekuasaan kerajaan Aceh bertambah luas hingga ke Deli, Nias, Bintang, Johor, Pahang, Perah dan Kedah. Dalam upayanya memperluas wilayah ternyata diikuti dengan upacara penyebaran agama Islam sehingga daerah-daerah yang dikuasai Kerajaan Aceh akhirnya menganut Islam
Corak pemerintahan kerajaan Aceh memiliki ciri khusus yang didasarkan pemerintahan sipil dan agama. Hukum adat dijalankan berlandaskan Islam yang disebut Adat Maukta Alam.
Setelah Sultan Iskandar Muda meninggal Aceh mengalami kemunduran karena :
  • Tidak ada raja-raja yang mampu mengendalikan daerah Aceh yang demikian luas
  • Timbulnya pertikaian antara golongan bangsawan (teuku) dan golongan ulama (teungku)
  • Timbulnya pertikaian golongan ulama yang beraliran Syiah dan Sunnah Wal Jamaah
  • Banyak daerah yang melepaskan diri seperti Johong, Pahang, Perlak, Minangkabau dan Syiak
  • Mundurnya perdagangan karena selat Malaka dikuasai Belanda (1641)

Kerajaan Demak
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah pada akhir abad 15, setelah berhasil melepaskan diri dari pengaruh kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang berdiri di Pulau Jawa.
Pada masa pemerintahan Raden Patah, Demak mengalami perkembangan pesat. Faktor-faktor pendorong kemajuan kerajaan Demak adalah :
  1. Runtuhnya kerajaan Majapahit
  2. Letak Demak strategis di daerah pantai sehingga hubungan dengan dunia luar menjadi terbuka.
  3. Pelabuhan Bergota di Semarang merupakan pelabuhan ekspor impor yang sangat penting bagi Demak
  4. Demak memiliki sungai sebagai penghubung daerah pedalaman
Kerajaan Demak dengan bantuan wali sanga berkembang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa pada masa inilah Masjid Agung Demak dibangun. Ketika Malaka. Dikuasai Portugis, Demak merasa dirugikan sehingga pasukan Demak yang dipimpin Pati Unus dikirim untuk menyerang Portugis di Malaka tahun 1513, tetapi mengalami kegagalan. Pati Unus kemudian terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.

Kerajaan Pajang
Kerajaan pajang didirikan oleh Joko Tingkir yang telah menjadi raja bergelar Sultan Hadiwijaya. Pada masa pemerintahannya, kerajaan mengalami kemajuan. Pengganti Sultan Hadiwijaya adalah putraya bernama pangeran Benowo. Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan Arya Pangiri (Putra Sultan Prawoto). Akan tetapi pemberontakan tersebut dapat ditumpas oleh Sutawijaya (Putra Ki Ageng Pemanahan). Pangeran Benowo selanjutnya menyerahkan pemerintahan Pajang kepada Sutawijaya. Sutawijaya kemudian memindahkan pemerintahan Pajang ke Mataram.

Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam berdiri tahun 1586 dengan raja yang pertama Sutawijaya yang bergelar Panembahans Senopati (1586-1601). Pengganti Penembahan Senopati adalah Mas Jolang (1601 – 1613). Dalam usahanya mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Pantai untuk memperkuat kedudukan politik dan ekonomi Mataram. Mas Jolang gugur dalam pertempuran di Krapyak sehingga dikenal dengan nama Panembahan Seda Krapyak.
Kerajaan Mataram kemudian diperintah Sultan Agung pada masa inilah Mataram mencapai puncak kejayaan. Wilayah Mataram bertambah luas meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat kemajuan yang dicapai Sultan Agung meliputi :

1) Bidang Politik
Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang VOC di Batavia. Serangan Mataram terhadap VOC dilakukan tahun 1628 dan 1929 tetapi gagal mengusir VOC. Penyebab kegagalan antara lain :
a. Jaraknya terlalu jauh yang mengurangi ketahanan prajurit Mataram
b. Kekurangan persediaan makanan
c. Pasukan Mataram kalah dalam persenjataan dan pengalaman perang.

2) Bidang Ekonomi
Kerajaan Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi

3) Bidang Sosial Budaya
  1. Munculnya kebudayaan kejawen yang merupakan kebudayaan asli Jawa dengan kebudayaan Islam
  2. Sultan Agung berhasil menyusun Tarikh Jawa
  3. Ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat, sultan Agung mengarang kita sastra Gending Nitisruti dan Astabrata.
Sepeninggal Sultan Agung tahun 1645, kerajaan mataram mengalami kemunduran sebab penggantinya cenderung bekerjasama dengan VOC.

Kerajaan Cirebon
Kerajaan Cirebon didirikan Fatahillahs setelah menyerahkan Banten kepada putranya. Pada masa pemerintahan Fatahillah (Sunan Gunung Jati) perkembangan agama Islam di Cirebon mengalami kemajuan pesat. Pengganti Fatahillah setelah wafat adalah penembahan Ratu, tetapi kerajaan Cirebon mengalami kemunduran. Pada tahun 1681 kerajaan Cirebon pecah menjadi dua, yaitu Kasepuhan dan Kanoman.

Kerajaan Makasar
Kerajaan Makasar yang berdiri pada abad 18 pada mulanya terdiri dari dua kerajaan yaitu kerajaan Gowa dan Tallo (Gowa Tallo) yang beribu kota di Sombaopu. Raja Gowa Daeng Maurabia menjadi raja Gowa Tallo bergelar Sultan Alaudin dan Raja Tallo Karaeng Matoaya menjadi patih bergelar Sultan Abdullah.
Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) akhirnya dapat berkembang menjadi pusat perdagangan yang didorong beberapa faktor, antara lain :
  1. Letaknya strategis yang menghubungkan pelayaran Malaka-Jawa-Maluku
  2. Letaknya di muara sungai yang memudahkan lalu lintas perdagangan antar daerah pedalaman
  3. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis yang mendorong para pedagang mencari pelabuhan yang memperjual belikan rempah-rempah
  4. Kemahiran penduduk Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal.

Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate berdiri pada abad ke-13 yang beribu kota di Sampalu. Agama Islam mulai disebarkan di Ternate pada abad ke-14. pada abad ke-15 Kerajaan Ternate dapat berkembang pesat oleh kekayaan rempah-rempah terutama cengkih yang dimiliki Ternate dan adanya kemajuan pelayaran serta perdagangan di Ternate.
Ramainya perdagangan rempah-rempah di Maluku mendorong terbentuknya persekutuan dagang yaitu :
  • Uli Lima (Persekutuan Lima) yang dipimpin Kerajaan Ternate
  • Uli Syiwa (Persekutuan Sembilan) yang dipimpin kerajaan Tidore
Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Pada saat itu wilayah kerajaan Ternate sampai ke daerah Filipina bagian selatan bersamaan pula dengan penyebaran agama Islam. Oleh karena kebesaransnya, Sultan Baabullah mencapa sebutan “Yang dipertuan” di 72 pulau.

Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore berdiri pada abad ke-13 hampir bersamaan dengan kerajaan Ternate. Kerajaan Tidore juga kaya rempah-rempah sehinga banyak dikunjungi para pedagang. Pada awalnya Ternate dan Tidore bersaing memperebutkan kekuasaan perdagangaan di Maluku. Lebih-lebih dengan datangnya Portugis dan Spanyol di Maluku. Akan tetapi kedua kerajaan tersebut akhirya bersatu melawan kekuasaan Portugis di Maluku.
Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Pada masa pemerintahannya berhasil memperluas daerahnya sampai ke Halmahera, Seram dan Kai sambil melakukan penyebaran agama Islam.

  

HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM di INDONESIA

 

1.      Masa penjajahan

a.       Peranan Umat islam pada Masa Penjajahan

Sebelum kaum penjajah, yakni Portugis, Belanda dan Jepang, masuk ke Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia telah menganut agama Islam. Agama Islam agama yang sempurna, yang ajarannya mencakup berbagai bidang kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah (akidah dan ibadah), maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia dan mahluk Allah lainnya (social, politik, ekonomi dan kebudayaan).
Dengan dianutnya agama islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia, ajaran islam telah banyak mendatangkan perubahan. Perubahan-perubahan itu antara lain:

·         Masyarakat Indonesia dibebaskan dari pemujaan berhala dan pendewaan raja-raja serta dibimbing agar menghambakan diri hanya kepada Allah, Tuhan yang maha Esa.
·         Rasa persamaan dan rasa keadilan yang diajarkan islam mampu mengubah masyarakat Indonesia yang dulunya menganut sistem kasta dan diskriminasi menjadi masyarakat yang setiap anggotanya mempunyai kedudukan, harkat, martabat dan hak-hak yang sama.
·         Semangat cinta tanah air dan rasa kebangsaan yang didengungkan Islam dengan semboyan”Hubbul-watan minaliiman” (cinta tanah air sebagian dari iman) mamou mengubah cara berpikir masyarakatIndonesia, khususnya para pemudanya, yang dulunya bersifat sectarian (lebih mementingkan sukunya dan daerahnya) menjadi bersifat nasionalis. Hal ini ditandai dengan lahirnya organisasi pemuda yang bernama Jong Indonesia pada bulan februari 1927 dan dikumandangkannya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928.
·         Semvoyang yang diajarkan Islam yang berbunyi “Isalam adalah agama yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan” telah mampu mendorong masyarakat Indonesia untuk melakukan usaha-usaha mewujudkan kemerdekaan bangsanya dengan berbagai cara. Mula-mula dengan cara damai, tapi karena tidak bisa lalu dengan cara menempu peperangan.
Allah SWT berfirman, ‘dan perangila dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.”
Menurut Islam, berperang dalam ragka mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, Negara dan agama merupakan “jihad fi sabilillah” tersebut dianggap mati syahid, yang imbalannya adalah surga. Perubahan-perubahan cara berpikir, bersikap dan berbuat yang ditanamkan islam tersebut mendorong umat islam Indonesia di berbagai pelosok tanah air untuk berjuang mengusir kaum penjajah dengan berbagai cara, antara lain dengan cara peperangan.
Perjuangan mengusi penjajah terus berlanjut, sampai kaum penjajah betul-betul angkat kaki dari bumi Indonesia.

b.      Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan

1.      Perlawanan terhadap Penjajah Portugis
Bangsa Portugis dating dari Eropa Barat ke Dunia Timur, termasuk Indonesia, dengan semboyan “gold, glory dan gospel”.
Untuk mewujudkan semboyan tersebut, bangsa Portugis melakuka berbagai usaha dengan menghalakan segala cara. Antara lain pada tahun 1511 mereka merebut Bandar Malaka, yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Sultan aMahmyd Syah (1488-1511_, dari Malaka bangsa Portugis melebarkan pengaruh kekuasaannya ke kepulauan Nusantara, antara lain ke kepulauan Maluku lalu mendirikan benteng pertahanan di sana dank e pulau Jawa dengan mendirikan benteng pertahanan di Sunda Kelapa.

Sikap bangsa portugis yanga kasar dan angkuh, yang bermaksud merebut kekuasaan dan memaksakan kemauannya dalam perdagangan, menyebabkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia bangkit untuk memberikan perlawanan mengusir penjajah Portugis dari bumi Nusantara.
Putra mahkota Kesultanan Demak, adipati Unus, memimpin penyerangan terhadap penjajah Portugis di Malaka (1513), dengan mengerahkan armada yang berkekuatan 100 buah kapal dan dibantu oleh bala tentara Aceh dan Sultan Malaka yang sudah tersingkir. Namun penyerangan ini dapat digagalkan oleh penjajah Portugis, karena keunggulan mereka di bidang persenjataan, perlawanan terhadap penjajah Portugis yang bermarkas di Malaka ini diteruskan oleh Sultan trenggonoyang memerintah Demak selama 25 tahun (1521-1546). Berkali-kali beliau mengirim bantuan ke Johar dan Aceh untuk merebut Malaka dari penjajah Portugis, namuntetap tidak berhasil.
Kalau perlawanan umat Islam terhadapa Portugis yang bermarkas di Malaka mengalami kegagalan, lain halnya terhadap penjajah Portugis yang berpusat di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku yang memperoleh hasil gemilang.
Pada tahun 1526 bala tentara Demak di bawah pimpinan panglima perang Fatahillah berangkat melalui jalan laut menuju Sunda Kelapa, Fatahillah dan bala tentaranya mengepung Sunda Kelapa dan terjadilah pertempuran sengit melawan penjajah Portugis. Dalam pertempuran ini Fatahillah dan bala tentaranya memperoleh kemenangan. Sunda Kelapa di rebut dari tangan penjajah Portugis. Kemudian Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta(Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta.
Di daerah Maluku, Portugis yang bersahabat dengan Ternate, dan Spanyol yang bersahabat dengan Tidore, berhasil mengdu domba dua kerajaan Islam tersebut. Sementara kedua kerajaan tersebut bertempur mati-matian, Portugis dan Spanyol mengadakan perjanjian Tordesilas (1529) yang isinya:
1.      Maluku menjadi milik Portugis
2.      Filipina selatan menjadi milik Spanyol
Perjanjian ini sangat menekan rakyat Maluku, terutama Ternate. Oleh karena itu, Sultan Haerun bersama rakyatnya berbalik melawan Portugis. Kebencian rakyat Ternate semakin meluas, ketika Sultan haerun dibunuh secara licik pada tahun 1570. Perang pun meletus, dipimpin Sultan Baabullah, putra Sultan Haerun, rakyat Ternate berperang dangan gagah berani. Setelah berperang selama empat tahun, akhirnya pada tahun 1574, rakyat Ternate berhasil mengusir Portugis dari bumi Maluku.

2.      Perlawanan terhadap Penjajah Belanda
Setelah penjajah Portugis angkat kaki dari Bumi Indonesia, bangsa Indonesia kembali dijajah oleh bangsa Belanda, yang untuk pertama kali berlabuh di Banten pada tahun 1596 dipimpin oleh Corneli de Houtman. Tejuan kedatang Belanda ke Indonesia sama dengan tujuan penjajah Portugis, yakni untuk memaksakan praktik monopoli perdagangan untuk menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara. Untuk mencapai tujuan tersebut, penjajah Belanda menempuh berbagai usaha dan menghalalkan segala cara. Misalkan, menerapkan politik Divide et Impera, musliha damai, mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya dari bumi Nusantara untuk membangun bangsanya dan membiarkan rakyat Indonesia berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Menghadapi sikap dan perilaku bangsa Belanda yang tidak berperi kemanusiaan dan berperikeadilan tersebut, kerajaan-kerajaan islam dan umat islam dipimpin panglima perangnya masing-masing, bangkit melawan penjajah Belanda.

Sejarah mencatat denga tinta emas, sederetan nama pejuang kusuma bangsa yang rela menderita, bahkan berkorban jiwa dalam berperang melawan penjajah Belanda, demi tegaknya kemerdekaan bangsa dan Negara Indonesia tecinta.
Di pulau jawa nama-nama tersebut antara lain: Sultan Ageng Tirtayasa, Kyai Tapa dan Bagus Buang dari kesultanan Banten, Sultan Agung dri Kesultanan Mataram dan Pangeran Diponegoro dari Kesultanan Yogyakarta. Di Pulau Sumaera tercatat nama Tuanku Imam Bonjol, yang telah memimpin bala tentara muslim dalam berperang melawan penjajah Belanda selama 17 tahun, sehingga merepotkan penjajah Belanda dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Setelah Tuanku Imam Bonjol tertangkap, perjuangan diteruskan oleh Tuanku Tambusai.
Dari kesultana Aceh kita mengenal sederetan nama para panglima perang Islam seperti: Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Cek Ditiro, Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan dan sultan Alaudin Muhammad Daud Syah.
Dari Maluku, yakni dari Kesultanan Ternate dan Tidore, tercatat nama-nama para pejuang kusuma bangsa seperti, Saidi, Sultan Jamaluddin dan Pangeran Neuku.
Dari Sulawesi Selatan, yakni dari kerajaan Gowa-Tallo dan Bone, terkenal nama para pahlawan bangsa seperti Sultan Hasanudin da Lamadu Kelleng yang Bergelas Arung Palaka.
Sedangkan dari Kalimantan Selatan, rakyat yang mengalami penderitaan dan kesengsaraan akibat pajak yang tinggi dan kewajiban kerja paksa serempak mengangkat senjata di bawah pimpinan para panglima perang seperti: Pangeran Antasari, Kyai Damang Lemam, Berasa, Haji Masrin, Haji Bayasin, Kyai Langlang, Pangeran Hidayat, Pangeran Maradipa, dan Tumenggung Mancanegara.



Tidak ada komentar: