Masuknya
Islam Ke Indonesia
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi,
hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman
ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang
belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para
utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun
kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan
dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia
dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad
demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil
berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil’alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah – terutama Belanda menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Menurut beberapa sejarawan, agama
Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para
pedagang muslim. Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan
Islam masuk ke Indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal
tersebut. Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses
masuknya Islam ke Indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori
Persia.
- Teori Gujarat, Teori yang dipelopori oleh Snouck
Hurgronje ini menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada
abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Kambay(Gujarat),
India.
- Teori Persia, Teori ini dipelopori oleh P.A Husein
Hidayat. Teori Persia ini menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para
pedagang dari Persia (sekarang Iran) karena adanya beberapa kesamaan
antara kebudayaan masyarakat Islam Indonesia dengan Persia.
- Teori Mekkah, Teori ini adalah teori baru yang muncul
untuk menyanggah bahwa Islam baru sampai di Indonesia pada abad ke-13 dan
dibawa oleh orang Gujarat. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke
Indonesia langsung dari Mekkah (arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad
ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari Cina yang menyatakan
bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah perkampungan muslim di pantai
barat Sumatera.
Sebuah batu nisan berhuruf Arab
milik seorang wanita muslim bernama Fatimah Binti Maemun yang ditemukan di
Sumatera Utara dan diperkirakan berasal dari abad ke-11 juga menjadi bukti
bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia jauh sebelum abad ke-13.
Proses Masuknya Islam di Indonesia
Proses masuknya islam ke Indonesia dilakukan secara damai dengan cara menyesuaikan diri dengan adat istiadat penduduk lokal yang telah lebih dulu ada. Ajaran-ajaran Islam yang mengajarkan persamaan derajat, tidak membeda-bedakan si miskin dan si kaya, si kuat dan si lemah, rakyat kecil dan penguasa, tidak adanya sistem kasta dan menganggap semua orang sama kedudukannya dihadapan Allah telah membuat agama Islam perlahan-lahan mulai memeluk agama Islam.
Proses masuknya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai dan dilakukan dengan cara- cara sebagai berikut.
1.
Melalui Cara Perdagangan
Indonesia
dilalui oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China dan daerah
lain di Asia. Letak Indonesia yang strategis ini membuat lalu lintas
perdagangan di Indonesia sangat padat padat dilalui oleh para pedagang dari
seluruh dunia termasuk para pedagang muslim. Para pedagang muslim ini banyak
bermukim di daerah pesisir pulau Jawa dan Sumatera yang penduduknya masih
menganut agama Hindu. Para pedagang ini mendirikan masjid dan mendatangkan para
ulama dan mubalig untuk mengenalkan nilai dan ajaran Islam kepada penduduk
lokal.
2.
Melalui Perkawinan
Bagi
masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kelangan yang
terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk
menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah, sang
gadis akan menjadi muslim terlebih dahulu. Pernikahan secara muslim antara para
saudagar muslim dengan penguasa lokal ini semakin memperlancar penyebaran Islam
di Nusantara.
3.
Melalui Pendidikan
Pengajaran
dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk.
Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru
agama, ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung
halamannya dan akan mendakwahkan Islam di kampung masing-masing.
4.
Melalui Kesenian
Wayang
adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada penduduk
lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandang yang mementaskan
wayang untuk mengenalkan agama Islam. Cerita wayang yang dipentaskan biasanya
dipetik dari kisah Mahabrata atau Ramayana yang kemudian disisipi dengan
nilai-nilai Islam.
Masuknya
Islam ke Aceh
Selain Syaikh
Isma’il dari Mekah, Kerajaan Samudera Pasai juga didatangi olehulama-ulama lain
dari Timur Tengah, Persia dan India. Dari India, misalnya, Faqir
Ma’abri(Mengir) datang ke Pasai dalam rangka syiar Islam.
Sejak ini, Pasai
berkembang menjadiKerajaan Islam yang terkenal di kawasan Asia Tenggara. Bahkan
dalam bidang identitaskeislaman, pernah terjalin hubungan yang baik antara
Kerajaan Pasai, Malaka, Demak danBlambangan Jawa Timur. Penguasa Malaka, Sultan
Mansur Syah pernah meminta kepadaulama Pasai (Makhdum Pematakan) untuk
menjelaskan isi kitab Durr Manzum yang diberikan kepadanya oleh Mawlana Abu
Bakr yang datang ke Malaka.
Maulana Ishaq,salah seorang ulama Pasai juga dikirim ke Blambangan, Jawa Timur untuk mengembangkan agama Islam. Bahkan ketika Pasai diinvasi oleh Majapahit pertengahanabad ke-14, dakwah Islam ke wilayah Nusantara lainnya tidak terhenti karenanya.Al-Chaidar merujuk pada Tawarikh Raja-raja Kerajaan Aceh karya M. Yunus Jamildan Tarikh Aceh dan Nusantara karya Haji Zainuddin, menyatakan bahwa Sultan kerajaan. Samudra Pasai juga mengirim para dai untuk menyebarluaskan agam Islam ke berbagaiwilayah di Nusantara dan wilayah Melayu lainnya.
Sidi Abdul Aziz
diutus ke Malaka,sehingga Raja Malaka, Parameswara (dari Kerajaan Sriwijaya
memeluk Islam serayamengganti namanya dengan Megat Iskandar syah dan anaknya
dikawinkan dengan outriSultan Zainal Abidin (1383-1400) dari Samudera Pasai.
Para dai Pasai juga sampai diKedah, sehingga Raja Pra Ang Madan angsa memeluk
Islam dan merubah namanyamenjadi Muzlafaz Syah. Sementara untuk wilayah Patani
(Thailand), Islam dibawa olehulama Pasai yang beranama Syekh Said, dan bukti
sejarah yang sekarang masih bisadisaksikan adalah adanya Makam Tok Pasai di
Patani.
Penyebaran Islam
ke Brunei danFilipina Selatan dilakukan oleh ulama Pasai lainnya, masing-masing
bernama Syaikh Syarif Kasim dan Syaikh Abubakar.Fatahillah yang dikenal luas
dengan Faletehan atau Sunan Gunung Jati juga ulamakelahiran Pasai sekitar tahun
1490.
Setelah belajar
di Tanah Suci, Fatahillah kembaliNusantara dan menuju Banten. Selama di Banten,
Fatahillah membantu Kerajaan Demak mengalahkan Sunda Kelapa (Kini Tanjung
Priok) dan berhasil mendirikan kota Jayakarta(kini Jakarta). Sejak ini, Islam
kemudian menjadi lebih berkembang di Jawa. PenyebaranIslam juga sampai di
Cirebon yang dilakukan oleh Maulana Ishak, di Gresik oleh MaulanaMalik Ibrahim
dan di Jawa Timur oleh Sunan Ampel.
Era berikutnya adalah Kerajaan Aceh Darussalam, yang eksis sekitar lima abad.Catatan sejarah dalam
Tawarikh Raja-raja Kerajaan Aceh menginformasikan bahwa jauhsebelum adanya pengaruh Islam, di ujung Aceh telah berdiri Kerajaan Hindu Indra Purbadengan Lamuri (wilayah yang kini termasuk Aceh Besar) sebagai pusatnya. Setelahmenduduki Kerajaan Indra Jaya antara tahun 1059-1069, tentara Tiongkok menyerangKerajaan Indra Purba yang ketika itu diperintah oleh Maharaja Indra Sakti.
Kemudian tentara
Tiongkok dikalahkan oleh sekitar 300 orang di bawah pimpinan Syaikh
AbdullahKan’an, yang bergelar syiah Hudan, seorang keturunan Arab Kan’an dari
Kerajaan IslamPureulak. Atas keberhasilan ini, kemudian Maharaja Indra Sakti
dan rakyat Indra Purbamenganut Islam, bahkan ia mengawinkan putrinya Blieng
Keusuma dengan Muerah Johanyang turut mengusir tentara Tiongkok. Setelah
Maharaja Indra sakti Meninggal,diangkatlah Meurah Johan sebagai Raja Indra
Purba dengan gelar Sultan Alaiddin JohanSyah dan nama Kerajaan Darussalam yang
berpusat di Bandar Darussalam, pada hariJum’at, Bulan Ramadhan 601 H (1205 M).
Masuknya Islam di Pulau
Jawa
Sebelum
Islam masuk ke tanah Jawa, mayoritas masyasarakat jawa menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme. Selain menganut kepercayaan tersebut masyarakat Jawa
juga dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha dari India. Seiring
dengan waktu berjalan tidak lama kemudian Islam masuk ke Jawa melewati Gujarat
dan Persi dan ada yang berpendapat langsung dibawa oleh orang Arab.
Kedatangan Islam di Jawa dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan kubur bernama Fatimah binti Maimun serta makam Maulana Malik Ibrahim. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam yaitu: perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik.
Di
Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya
makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah
atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya,
diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia.
Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim dari
Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M.
Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam
tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga
istana Majapahit.
1.
Masyarakat
Jawa Sebelum Islam Datang
a.
Jawa Pra Hindu-Budha
Situasi kehidupan “religius” masyarakat di Tanah Jawa
sebelum datangnya Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan import maupun
kepercayaan yang asli telah dianut oleh orang Jawa. Sebelum Hindu dan Budha,
masyarakat Jawa prasejarah telah memeluk keyakinan yang bercorak animisme dan
dinamisme. Pandangan hidup orang Jawa adalah mengarah pada pembentukan kesatuan
numinous antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap
keramat.
Di samping itu, mereka meyakini kekuatan magis keris, tombak, dan senjata lainnya. Benda-benda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magis ini selanjutnya dipuja, dihormati, dan mendapat perlakuan istimewa.
b.
Jawa Masa
Hindu-Budha
Pengaruh Hindu-Budha dalam masyarakat Jawa bersifat
ekspansif, sedangkan budaya Jawa yang menerima pengaruh dan menyerap
unsur-unsur Hinduisme-Budhisme setelah melalui proses akulturasi tidak saja
berpengaruh pada sistem budaya, tetapi juga berpengaruh terhadap sistem agama.
Sejak awal, budaya Jawa yang dihasilkan pada masa Hindu-Budha bersifat terbuka untuk menerima agama apapun dengan pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka sangatlah wajar jika kebudayaan Jawa bersifat sinkretis (bersifat momot atau serba memuat).
Sejak awal, budaya Jawa yang dihasilkan pada masa Hindu-Budha bersifat terbuka untuk menerima agama apapun dengan pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka sangatlah wajar jika kebudayaan Jawa bersifat sinkretis (bersifat momot atau serba memuat).
Ciri lain dari budaya Jawa pada saat itu adalah sangat bersifat teokratis. Pengkultusan terhadap raja-raja sebagai titisan dewa adalah salah satu buktinya. Dalam hal ini Onghokham menyatakan:
Dalam kerajaan tradisional, agama dijadikan sebagai bentuk legitimasi. Pada jaman Hindu-Budha diperkenalkan konsep dewa-raja atau raja titising dewa. Ini berarti bahwa rakyat harus tunduk pada kedudukan raja untuk mencapai keselamatan dunia akhirat. Agama diintegrasikan ke dalam kepentingan kerajaan/kekuasaan. Kebudayaan berkisar pada raja, tahta dan keraton. Raja dan kehidupan keraton adalah puncak peradaban pada masa itu.
Di
pulau Jawa terdapat tiga buah kerajaan masa Hindu Budha, kerajaan-kerajaan itu
adalah Taruma, Ho-Ling, dan Kanjuruhan. Di dalam perekonomian dan industri
salah satu aktivitas masyarakat adalah bertani dan berdagang dalam proses
integrasi bangsa. Dari aspek lain karya seni dan satra juga telah berkembang
pesat antara lain seni musik, seni tari, wayang, lawak, dan tari topeng. Semua
itu sebagian besar terdokumentasikan pada pahatan-pahatan relief dan
candi-candi.
2.
Peranan
Wali Songo dan Metode Pendekatannya
Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha
dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali Songo
adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa peranan Wali
Songo sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.
Karena
dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan
(yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah sebagai berikut:
- Sunan Gresik (Maulana Malik
Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan
menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
- Sunan Ampel (Raden Rahmat).
Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan
perancang pembangunan Masjid Demak.
- Sunan Drajad (Syarifudin). Anak
dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang
sangat berjiwa sosial.
- Sunan Bonang (Makdum Ibrahim).
Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang.
Sunan yang sangat bijaksana.
- Sunan Kalijaga (Raden Mas
Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah.
Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara
menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
- Sunan Giri (Raden Paku).
Menyiarkan Islam di Jawa dan luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa
Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
- Sunan Kudus (Jafar Sodiq).
Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan.
Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
- Sunan Muria (Raden Umar Said).
Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus,
Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
- Sunan Gunung Jati (Syarif
Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.
Seorang pemimpin berjiwa besar.
Salah satu cara
penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali tersebut ialah dengan cara
mendakwah. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama
mendatangi masyarakat (sebagai objek dakwah), dengan menggunakan pendekatan
sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis
budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu,
para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan
Islam.
3.
Islam Di Jawa Paska Wali Songo
Setelah para Wali menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa,
kepercayaan animisme dan dinamisme serta budaya Hindu-Budha sedikit demi
sedikit berubah atau termasuki oleh nilai-nilai Islam. Hal ini membuat
masyarakat kagum atas nilai-nilai Islam yang begitu besar manfa’atnya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga membuat mereka langsung bisa menerima ajaran
Islam. Dari sini derajat orang-orang miskin mulai terangkat yang pada awalnya
tertindas oleh para penguasa kerajaan. Islam sangat berkembang luas sampai ke
pelosok desa setelah para Wali berhasil mendidik murid-muridnya. Salah satu
generasi yang meneruskan perjuangan para Wali sampai Islam tersebar ke pelosok desa
adalah Jaka Tingkir. Islam di Jawa yang paling menonjol setelah perjuangan para
Wali songo adalah perpaduan adat Jawa dengan nilai-nilai Islam, salah satu
diantaranya adalah tradisi Wayang Kulit.
Kerajaan Islam di Indonesia Timur
Kerajaan
Gowa-Tallo
Gowa dan Tallo.
Kedua kerajaan ini kemudian bersatu. Raja Gowa, Daeng Manrabia, menjadi raja
bergelar Sultan Alauddin dan Raja Tallo, Karaeng Mantoaya, menjadi perdana
menteri bergelar Sultan Abdullah. Karena pusat pemerintahannya terdapat di
Makassar, Kerajaan Gowa dan Tallo sering disebut sebagai Kerajaan Makassar.
Kerajaan Gowa
dan Tallo menjadi bandar utama untuk memasuki Indonesia Timur yang kaya
rempah-rempah. Kerajaan Makassar memiliki pelaut-pelaut yang tangguh terutama
dari daerah Bugis. Mereka inilah yang memperkuat barisan pertahanan laut
Makassar. Raja yang terkenal dari kerajaan ini ialah Sultan Hasanuddin
(1653-1669). Hasanuddin berhasil memperluas wilayah kekuasaan Makassar baik ke
atas sampai ke Sumbawa dan sebagian Flores di selatan.
Tata kehidupan
yang tumbuh di Makassar dipengaruhi oleh hukum Islam. Kehidupan perekonomiannya
berdasarkan pada ekonomi maritime, perdagangan dan pelayaran. Sulawesi Selatan
sendiri merupakan daerah pertanian yang subur. Daerah-daerah taklukkannya di
tenggara seperti Selayar dan Buton serta di selatan seperti Lombok, Sumbawa,
dan Flores juga merupakan daerah yang kaya dengan sumber daya alam. Semua itu
membuat Makassar mampu memenuhi semua kebutuhannya bahkan mampu mengekspor.
Kerajaan ini memiliki pelaut-pelaut yang tangguh dan terletak di pintu masuk
jalur perdagangan Indonesia Timur, disusunlah Ade’Allapialing Bicarana
Pabbalri’e, sebuah tata hukum niaga dan perniagaan dan sebuah naskah lontar
yang ditulis oleh Amanna Gappa.15
Hasanuddin
bercita-cita menjadikan Makassar sebagai pusat kegiatan perdagangan di
Indonesia bagian Timur. Hal ini merupakan ancaman bagi Belanda sehingga sering
terjadi pertempuran dan perampokan terhadap armada Belanda. Belanda kemudian
menyerang Makassar dengan bantuan Aru Palaka, raja Bone.
Belanda berhasil
memaksa Hasanuddin, Si Ayam Jantan dari Timur itu menyepakati Perjanjian
Bongaya pada tahun 1667. Isi perjanjian itu ialah Makassar menjadi kekuasaan
VOC dan perdagangan di Makassar menjadi hak monopoli VOC. Dengan
ditandatanganinya perjanjian ini, VOC telah berhasil merebut Makassar.
Kerajaan
Ternate dan Tidore
Ternate
merupakan kerajaan Islam di timur yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja
Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri di
Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur
sebagai raja. Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para
pedagang karena Maluku kaya akan rempah-rempah.
Ternate dan
Tidore hidup berdampingan secara damai. Ketika Portugis dan Spanyol datang ke
Maluku, kedua kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan
tersebut terjadi persaingan. Portugis yang masuk Maluku pada tahun 1512
menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng Sao Paulo.
Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagai sekutunya.
Dengan
berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian
terus-menerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu sama-sama ingin
memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Di lain pihak, ternyata
bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran
agama mereka. Penyebaran agama ini mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan
Khairun (1550-1570). Ketika diajak berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo,
Sultan Khairun dibunuh oleh Portugis.
Dengan masuknya
Spanyol dan Portugis ke Maluku, kehidupan beragama dan bermasyarakat di Maluku
jadi beragam: ada Katolik, Protestan, dan Islam. Pengaruh Islam sangat terasa
di Ternate dan Tidore. Pengaruh Protestan sangat terasa di Maluku bagian tengah
dan pengaruh Katolik sangat terasa di sekitar Maluku bagian selatan.
Setelah sadar
bahwa mereka diadu domba, hubungan kedua kerajaan membaik kembali. Sultan
Khairun kemudian digantikan oleh Sultan Baabullah (1570-1583). Pada masa
pemerintahannya, Portugis berhasil diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak
terlepas dari bantuan Sultan Tidore. Bahkan ternate berhasil memperluas wilayah
hingga ke Filiphina. Sementara itu, Kerajaan Tidore mengalami kemajuan pada
masa pemerintahan Sultan Nuku. Sultan Nuku berhasil memperluas pengaruh Tidore
sampai ke Halmahera, Seram, bahkan Kai di selatan dan Misol di Irian.
PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN
A.Pendidikan
Islam pada masa penjajahan Belanda
Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi
pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan
komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga
pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka
selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada
dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan
pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah
berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari
sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan
(Kristen Protestan). Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Pendidikan Dasar
2. Sekolah Latin
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
5. Sekolah Cina
6. Pendidikan Islam[1]
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga
yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal
masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan Hindia
Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda langsung. Pada
masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya.
Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar
kebijakannya di bidang pendidikan antara lain:
- Menjaga
jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu;
- Memperhatikan
keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu mandiri atau
mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial;
- Sistem
pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada di
Jawa.;
- Pendidikan
diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat
dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah
kolonial.
Maka pada tahun 1901 muncullah apa yang disebut dengan politik ETIS yakni politik balas budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pencetus politik ini adalah Van Deventer, yang kemudian politik ini dikenal juga dengan Trilogi Van Deventer. Secara umum isi dari politik ETIS ini ada tiga macam yaitu, Education (pendidikan), Imigrasi (perpindahan penduduk) dan Irigasi (pengairan). Yang akan dikupas adalah mengenai education atau pendidikan.[2] Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut:
- Pendidikan
dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS,
HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah
peralihan.
- Pendidikan
lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan
kejuruan.
- Pendidikan
tinggi.
Dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam pada zaman kolonial belanda tidak mendapat rintangan.hal ini ditandai dengan bermunculanya lembaga-lembaga pendidikan yang semuanya berjalan dengan lancar walaupun terlihat abiturienya tidak bisa diterima oleh mereka dan yakin kalau kesadaran dari pihak islam telah timbul untuk tidak bekerja pada belanda yang telah menjadi perintang kemajuan bangsa. Kenyataan seperti ini sayang msih berlaku sampai sekarang sehingga orang-orang islam kurang berperan dalam pemerintahan. Hal ini tentu penyebabnya adalah melemahnya kekuatan politik islam walaupun islam di indonesia mencapai jumlah yang sangat banyak.
B. Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang
Pendidikan islam zaman penjajahan jepang dimulai pada tahun 1942-1945, sebab
bukan hanya belanda saja yang mencoba berkuasa di Indonesia. Dalam perang
pasifik (perang dunia ke II), jepang memenangkan peperangan pada tahun 1942 berhasil
merebut indonesia dari kekuasaan belanda. Perpindahan kekuasaan ini terjadi
ketika kolonial belanda menyerah tanpa sayarat kepada sekutu Penjajahan jepang
di indonesia mempunyai konsep hokko ichiu (kemakmuran bersama asia raya) dengan
semboyan Asia untuk asia.
Jepang mengumumkan rencana mendirikan lingkungan kemakmuran bersama asia timur raya pada tahun 1940. Jepang akan menjadi pusat lingkungan pengaruh atas delapan daerah yakni: manchuria, daratan cina, kepuluan muangtai, malaysia, indonesia, dan asia rusia. Lingkungan kemakmuran ini disebut dengan hakko I chi-u (delapan benang dibawah satu atap).
Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan pasifik. Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
- Dijadikannya
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan
Bahasa Belanda
- Adanya
integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan
berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:
- Mengubah
Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum
orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H.
Hasyim Asy’ari.
- Pondok
pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang;
- Mengizinkan
pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni
kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin.
- Mengizinkan
berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid
Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
- Diizinkannya
ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA)
yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan
- Diizinkannya
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian
dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)
yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU.
Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan. Kepercayaan jepang ini dimanfaatkan juga oleh umat islam untuk bagkit memberontak melawan jepang sendiri. Pada tanggal 8 juli 1945 berdirilah sekolah tinggi islam di Jakarta. Kalau ditinjau dari segi pendidikan zaman jepang umat islam mempunya kesempatan yang banyak untuk memajukan pendidikan islam, sehingga tanpa disadari oleh jepang sendiri bahwa umat islam sudah cukup mempunyai potensi untuk maju dalam bidang pendidikan ataupun perlawanan kepada penjajah. Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
- Pendidikan
Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR
adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3
atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
- Pendidikan
Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan
lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga
dengan lama studi 3 tahun.
- Pendidikan
Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di
bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
- Pendidikan
Tinggi Disini beberapa tujauan pendidikan islam ketika zaman penjajahan
antara lain:
- Azaz tujuan
muhamadiyah: mewujudkan masyarakat islam yang sebenarnya dan azaz
perjuangan dakwah islamiyyah dan amar ma’ruf nahi Munkar
- INS(Indonesische
Nadelanshe School) dipelopori oleh Muhammad syafi’i )1899-1969) bertuan
memdidik anak untuk berpikir rasional, mendidik anak agar bekerja
sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanam persatuan.
- Tujuan
Nahdlatul Ulama: sebelum menjadi partai politik memgang teguh mahzab
empat, disamping mejadi kemaslahatan umat islam itu sendiri. Kesimpulanya
ialah bahwa tujuan pendidikan islam yang pertama adalah menanamkan rasa
keislaman yang benar guna kepentingan dunia dan Akhirat, dan yang kedua
membelah bangsa dan tanah air untuk memdapatkan kemerdekaan bangsa itu
sendiri ataupun kemerdekaan secara manusiawi.
Perkembangan Islam
Terhadap Pembangunan di Indonesia
Peranan Umat Islam
pada Masa Pembangunan
Berkat rahmat Allah SWT, usaha perjuangan kaum muslimin dan seluruh lapisan
masyarakat berhasil dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945 yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. proses perjuangan yang
panjang dalam merebut kembali kemerdekaan yang telah dirampas oleh
penjajah, telah banyak mengobarkan berupa harta benda, jiwa dan raga kaum
muslimin.
Setelah merdeka, bebas dari kungkungan kaum penjajah, kaum muslimin secara
bertahap mengisi kemerdekaan itu dengan pembangunan disegala bidang,
pembangunan fisik material berupa perbaikan sarana transportasi, pertanian,
perumahan dan perekonomian, sehingga pembangunan fisik material secara bertahap
makin lama makin meningkat. Pembangunan bidang mental seperti meningkatkan pemahaman,
penghayatan dan pengamalan ajaran agama, meningkatkan pendidikan, mengembangkan
kehidupan dan sosial kemasyarakatan yang aman tertib dan rukun juga
dilaksanakan.
Kaum muslimin selalu membangun dan mengisi kemerdekaan itu dengan
menselaraskan pembangunan materiil dan spirituil dalam mewujudkan masyarakat
Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur. Kaum muslimin bersama segenap
anggota bangsa Indonesia lainnya kini mengatur dan memerintah bangsanya
sendiri. Pemerintahan dilaksanakan dengan cara yang demokratis. Keamanan,
ketertiban dan kesejahteraan sosial terus diupayakan dan ditegakkan. Demikian
juga persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga terwujudlah negara yang aman, adil
dan makmur dengan penuh limpahan rahmat dan ridha Allah SWT, sesuai dengan cita-cita
kemerdekaan yang dituangkan dalam UUD 1945.
Peranan Organisasi
Islam dalam Masa Pembangunan
Organisasi Islam yang sejak zaman penjajah selalu membina dan mendidik umat
dengan berbagai ilmu pengetahuan dan mengembangkan semangat perjuangan
menentang penjajah, maka setelah merdeka usaha itu pada dasarnya tetap terus
dikembangkan dan ditingkatkan lebih baik. Sikap menentang penjajahan dialihkan
dan diganti dengan sikap giat, semangat dan etos kerja untuk mencapai
ketinggian ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidup dan mengisi pembangunan bangsa.
Dalam rangka ikut serta meningkatkan pengetahuan, kecerdasan dan
kualitas masyarakat telah diupayakan melalui pendidikan pada jalur sekolah.
Didirikanlah oleh organisasi-organisasi Islam berbagai lembaga pendidikan dari
jenjang pendidikan dasar seperti SD, SMP, pendidikan menengah seperti SMA dan
pendidikan tinggi seperti Universitas dan Institut yang tersebar diseluruh
daerah. Diantara oragnisasi Islam yang giat dalam bidang pendidikan dan
kemasyarakatan ialah Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama,
Al-Washliyah, Al-Irsyad, Djamiat Khair, GUPPI, PUI, Al-Khairat, ICMI dan
lain-lain.
Peranan Para Individu
Muslim dalam Pembangunan
Organisasi Islam yang berperan dalam pembangunan Nasional bukan hanya
mereka yang tergabung dalam organisasi. Banyak orang Islam secara pribadi baik
sebagai dokter, dosen, pejabat negara, wakil rakyat di DPR, pengusaha,
Cendikiawan, petani, guru, pengrajin, dan lain-lain mereka semuanya melakukan
kegiatan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan profesi dan keahliannya
masing-masing. Tanpa terikat dengan organisasi keagamaan, mereka menyumbangkan
dharma baktinya kepada nusa dan bangsa. Memang menjadi umat Islam tidak harus
menjadi anggota organisasi atau partai Islam. Menurut Al Qur’an orang Islam
yang baik adalah yang paling bertakwa, yang beriman kepada Allah dan beramal
shaleh, dimanapun mereka berada.
Peranan Lembaga Pendidikan dalam Masa Pembanguna
Lembaga pendidikan Islam dalam kegiatannya lebih menekankan pembinaan,
peningkatan ilmu pengetahuan dan kecerdasan masyarakat melalui pendidikan pada
jalur sekolah dan luar sekolah.
Peningkatan ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas yang melalui jalur
pendidikan sekolah biasanya terdiri dari pendidikan sekolah umum, seperti SD,
SMP, SMA dan Perguruan Tinggi dan Madrasah seperti Madrasah Ibtidaiyah,
Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan perguruan tinggi agama seperti IAIN
Melalui pendidikan ini secara bertahap ilmu pengetahuan bertambah meningkat
dan Sumber Daya Manusia lebih berkualitas. Dengan meningkatnya kualitas
masyarakat maka hasil kerja masyarakatpun semakin meningkat. Dengan demikian
meningkatnya hasil umat melalui jalur luar sekolah, antara lain dilaksanakan
melalui pengajian, Taman Bacaan Al Qur’an, kursus-kursus ilmu keagamaan dan
pembinaan di Masjid-Masjid.
Demikanlah betapa besar peranan kelembagaan pendidikan Islam dalam
pembangunan pembangunan bangsa erat kaitannya dengan sumber daya manusianya
sebagai pelaksana pembangunan itu sendiri.
Pembinaan manusia Indonesia seutuhnya dan bagi seluruh masyarakat
Indonesia.
Islam tidak bisa dipandang sebelah mata. Di setiap masa dalam kondisi
perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh yang besar. Sejak
bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan
hingga saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh
umat Islam.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini.
Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa
memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia.
Penguasaan wilayah politik menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa
memberikan kontribusi bagi bangsa ini. Pengaruh Islam terhadap perpolitikan
nasional punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial
bercokol di tanah air, sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan
kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16
Masehi.
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan
politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi
ideologi kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan
dengan ideologi tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan
kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu
mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang
Dasar Negara. Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah
mengusulkan agar Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam
Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya
protes dari kaum umat beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945,
Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.
Pemerintahan masa orde baru
menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam negara. Ideologi
politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan, termasuk ideologi politik
Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam
perpolitikan Islam. Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup dalam
suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum
subtansialis yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak
terjun ke dunia politik.
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani
Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada
saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari
kalangan santri. Juga muncul Amin Rais dari kalangan
Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat Islam dalam
panggung politik pun semakin diperhitungkan. Umat Islam mulai kembali
memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label Islam.
Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai
politik juga boleh menggunakan asas Islam. Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas
dan label Islam. Partai-partai politik yang berasaskan Islam, antara lain PKB,
PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.
Contoh Perkembangan
Islam Di Indonesia
Contoh-contoh
perkembangan Islam di Indonesia
Kerajaan
Islam yang berkembang di Indonesia:
Kerajaan
Samudra Pasai
Kerajaan
Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam yang pertama kali berdiri di Indonesia.
Kerajaan Samudra Pasai yang terletak di Lhokseumawe berdiri pada abad ke-13.
Raja pertama Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al Saleh yang memerintah hingga
tahun 1297.
Sepeninggal
Sultan Malik Al Saleh, Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al Tahir.
Pada masa pemerintahannya Samudra Pasai berkembang menjadi daerah perdagangan
dan penyebaran Islam.
Banyak
pedagang muslim Arab dan Gujarat yang tinggal di Samudra Pasai sehingga Samudra
Pasai berperan besar dalam penyebaran agama Islam di Indonesia
Perkembangan
Kerajaan Samudra Pasai didorong beberapa faktor yaitu :
- Letak
Samudra Pasai strategis di tepi selat Malaka
- Melemahnya
kerajaan Sriwijaya yang menyebabkan Samudra Pasai berkesempatan untuk
berkembang
Samudra
pasai selanjutnya diperintah oleh Sultan Ahmad. PADA masa ini terjalin dengan
kesultanan Dehli di India yang dibuktikan dengan kedatangan Ibnu Batutah di
Samudra Pasai tahun 1345 kerajaan Samudra Pasai akhirnya mengalami kemunduran
sepeninggal Sultan Ahmad. Hal ini disebabkan oleh terdesaknya perdagangan
Samudra Pasai oleh Malaka
Kerajaan
Aceh
Kerajaan
Aceh berdiri pada awal abad ke-16 yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah
setelah berhasil melepaskan diri dari kerajaan Pedir. Beberapa faktor yang
mendorong berkembangnya kerajaan Aceh, antara lain :
- Jatuhnya
Malaka dalam kekuasaan Portugis tahun 1511
- Letak
kerajaan Aceh sangat strategis pada jalur perdagangan internasional
- Kerajaan
Aceh mempunyai pelabuhan dagang yang ramai dan menjadi pusat agama Islam.
Kerajaan
Aceh akhirnya mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda (1607-1636). Wilayah kekuasaan kerajaan Aceh bertambah luas hingga ke
Deli, Nias, Bintang, Johor, Pahang, Perah dan Kedah. Dalam upayanya memperluas
wilayah ternyata diikuti dengan upacara penyebaran agama Islam sehingga
daerah-daerah yang dikuasai Kerajaan Aceh akhirnya menganut Islam
Corak
pemerintahan kerajaan Aceh memiliki ciri khusus yang didasarkan pemerintahan
sipil dan agama. Hukum adat dijalankan berlandaskan Islam yang disebut Adat
Maukta Alam.
Setelah
Sultan Iskandar Muda meninggal Aceh mengalami kemunduran karena :
- Tidak ada
raja-raja yang mampu mengendalikan daerah Aceh yang demikian luas
- Timbulnya
pertikaian antara golongan bangsawan (teuku) dan golongan ulama (teungku)
- Timbulnya
pertikaian golongan ulama yang beraliran Syiah dan Sunnah Wal Jamaah
- Banyak
daerah yang melepaskan diri seperti Johong, Pahang, Perlak, Minangkabau
dan Syiak
- Mundurnya
perdagangan karena selat Malaka dikuasai Belanda (1641)
Kerajaan
Demak
Kerajaan
Demak didirikan oleh Raden Patah pada akhir abad 15, setelah berhasil melepaskan
diri dari pengaruh kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam
pertama yang berdiri di Pulau Jawa.
Pada
masa pemerintahan Raden Patah, Demak mengalami perkembangan pesat.
Faktor-faktor pendorong kemajuan kerajaan Demak adalah :
- Runtuhnya
kerajaan Majapahit
- Letak Demak
strategis di daerah pantai sehingga hubungan dengan dunia luar menjadi
terbuka.
- Pelabuhan
Bergota di Semarang merupakan pelabuhan ekspor impor yang sangat penting
bagi Demak
- Demak
memiliki sungai sebagai penghubung daerah pedalaman
Kerajaan
Demak dengan bantuan wali sanga berkembang menjadi pusat penyebaran agama Islam
di Jawa pada masa inilah Masjid Agung Demak dibangun. Ketika Malaka. Dikuasai
Portugis, Demak merasa dirugikan sehingga pasukan Demak yang dipimpin Pati Unus
dikirim untuk menyerang Portugis di Malaka tahun 1513, tetapi mengalami
kegagalan. Pati Unus kemudian terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Kerajaan
Pajang
Kerajaan
pajang didirikan oleh Joko Tingkir yang telah menjadi raja bergelar Sultan
Hadiwijaya. Pada masa pemerintahannya, kerajaan mengalami kemajuan. Pengganti
Sultan Hadiwijaya adalah putraya bernama pangeran Benowo. Pada masa
pemerintahannya, terjadi pemberontakan Arya Pangiri (Putra Sultan Prawoto).
Akan tetapi pemberontakan tersebut dapat ditumpas oleh Sutawijaya (Putra Ki
Ageng Pemanahan). Pangeran Benowo selanjutnya menyerahkan pemerintahan Pajang
kepada Sutawijaya. Sutawijaya kemudian memindahkan pemerintahan Pajang ke
Mataram.
Kerajaan
Mataram Islam
Kerajaan
Mataram Islam berdiri tahun 1586 dengan raja yang pertama Sutawijaya yang
bergelar Panembahans Senopati (1586-1601). Pengganti Penembahan Senopati adalah
Mas Jolang (1601 – 1613). Dalam usahanya mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam
di Pantai untuk memperkuat kedudukan politik dan ekonomi Mataram. Mas Jolang
gugur dalam pertempuran di Krapyak sehingga dikenal dengan nama Panembahan Seda
Krapyak.
Kerajaan
Mataram kemudian diperintah Sultan Agung pada masa inilah Mataram mencapai
puncak kejayaan. Wilayah Mataram bertambah luas meliputi Jawa Tengah, Jawa
Timur dan sebagian Jawa Barat kemajuan yang dicapai Sultan Agung meliputi :
1)
Bidang Politik
Sultan
Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang VOC di
Batavia. Serangan Mataram terhadap VOC dilakukan tahun 1628 dan 1929 tetapi
gagal mengusir VOC. Penyebab kegagalan antara lain :
a.
Jaraknya terlalu jauh yang mengurangi ketahanan prajurit Mataram
b.
Kekurangan persediaan makanan
c.
Pasukan Mataram kalah dalam persenjataan dan pengalaman perang.
2)
Bidang Ekonomi
Kerajaan
Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai
di Jawa sebagai irigasi
3)
Bidang Sosial Budaya
- Munculnya
kebudayaan kejawen yang merupakan kebudayaan asli Jawa dengan kebudayaan
Islam
- Sultan
Agung berhasil menyusun Tarikh Jawa
- Ilmu
pengetahuan dan seni berkembang pesat, sultan Agung mengarang kita sastra
Gending Nitisruti dan Astabrata.
Sepeninggal
Sultan Agung tahun 1645, kerajaan mataram mengalami kemunduran sebab
penggantinya cenderung bekerjasama dengan VOC.
Kerajaan
Cirebon
Kerajaan
Cirebon didirikan Fatahillahs setelah menyerahkan Banten kepada putranya. Pada
masa pemerintahan Fatahillah (Sunan Gunung Jati) perkembangan agama Islam di
Cirebon mengalami kemajuan pesat. Pengganti Fatahillah setelah wafat adalah
penembahan Ratu, tetapi kerajaan Cirebon mengalami kemunduran. Pada tahun 1681
kerajaan Cirebon pecah menjadi dua, yaitu Kasepuhan dan Kanoman.
Kerajaan
Makasar
Kerajaan
Makasar yang berdiri pada abad 18 pada mulanya terdiri dari dua kerajaan yaitu
kerajaan Gowa dan Tallo (Gowa Tallo) yang beribu kota di Sombaopu. Raja Gowa
Daeng Maurabia menjadi raja Gowa Tallo bergelar Sultan Alaudin dan Raja Tallo
Karaeng Matoaya menjadi patih bergelar Sultan Abdullah.
Kerajaan
Gowa Tallo (Makasar) akhirnya dapat berkembang menjadi pusat perdagangan yang
didorong beberapa faktor, antara lain :
- Letaknya
strategis yang menghubungkan pelayaran Malaka-Jawa-Maluku
- Letaknya di
muara sungai yang memudahkan lalu lintas perdagangan antar daerah
pedalaman
- Jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis yang mendorong para pedagang mencari pelabuhan
yang memperjual belikan rempah-rempah
- Kemahiran
penduduk Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal.
Kerajaan
Ternate
Kerajaan
Ternate berdiri pada abad ke-13 yang beribu kota di Sampalu. Agama Islam mulai
disebarkan di Ternate pada abad ke-14. pada abad ke-15 Kerajaan Ternate dapat
berkembang pesat oleh kekayaan rempah-rempah terutama cengkih yang dimiliki
Ternate dan adanya kemajuan pelayaran serta perdagangan di Ternate.
Ramainya
perdagangan rempah-rempah di Maluku mendorong terbentuknya persekutuan dagang
yaitu :
- Uli Lima
(Persekutuan Lima) yang dipimpin Kerajaan Ternate
- Uli Syiwa
(Persekutuan Sembilan) yang dipimpin kerajaan Tidore
Kerajaan
Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Pada
saat itu wilayah kerajaan Ternate sampai ke daerah Filipina bagian selatan
bersamaan pula dengan penyebaran agama Islam. Oleh karena kebesaransnya, Sultan
Baabullah mencapa sebutan “Yang dipertuan” di 72 pulau.
Kerajaan
Tidore
Kerajaan
Tidore berdiri pada abad ke-13 hampir bersamaan dengan kerajaan Ternate.
Kerajaan Tidore juga kaya rempah-rempah sehinga banyak dikunjungi para
pedagang. Pada awalnya Ternate dan Tidore bersaing memperebutkan kekuasaan
perdagangaan di Maluku. Lebih-lebih dengan datangnya Portugis dan Spanyol di
Maluku. Akan tetapi kedua kerajaan tersebut akhirya bersatu melawan kekuasaan
Portugis di Maluku.
Kerajaan
Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku. Pada masa
pemerintahannya berhasil memperluas daerahnya sampai ke Halmahera, Seram dan
Kai sambil melakukan penyebaran agama Islam.
HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM di INDONESIA
1.
Masa
penjajahan
a.
Peranan
Umat islam pada Masa Penjajahan
Sebelum kaum penjajah, yakni Portugis, Belanda dan Jepang, masuk ke Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia telah menganut agama Islam. Agama Islam agama yang sempurna, yang ajarannya mencakup berbagai bidang kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah (akidah dan ibadah), maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia dan mahluk Allah lainnya (social, politik, ekonomi dan kebudayaan).
Dengan
dianutnya agama islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia, ajaran islam telah
banyak mendatangkan perubahan. Perubahan-perubahan itu antara lain:
·
Masyarakat Indonesia dibebaskan
dari pemujaan berhala dan pendewaan raja-raja serta dibimbing agar menghambakan
diri hanya kepada Allah, Tuhan yang maha Esa.
·
Rasa persamaan dan rasa keadilan
yang diajarkan islam mampu mengubah masyarakat Indonesia yang dulunya menganut
sistem kasta dan diskriminasi menjadi masyarakat yang setiap anggotanya
mempunyai kedudukan, harkat, martabat dan hak-hak yang sama.
·
Semangat cinta tanah air dan rasa
kebangsaan yang didengungkan Islam dengan semboyan”Hubbul-watan minaliiman”
(cinta tanah air sebagian dari iman) mamou mengubah cara berpikir
masyarakatIndonesia, khususnya para pemudanya, yang dulunya bersifat sectarian
(lebih mementingkan sukunya dan daerahnya) menjadi bersifat nasionalis. Hal ini
ditandai dengan lahirnya organisasi pemuda yang bernama Jong Indonesia pada
bulan februari 1927 dan dikumandangkannya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober
1928.
·
Semvoyang yang
diajarkan Islam yang berbunyi “Isalam adalah agama yang cinta damai, tetapi
lebih cinta kemerdekaan” telah mampu mendorong masyarakat Indonesia untuk
melakukan usaha-usaha mewujudkan kemerdekaan bangsanya dengan berbagai cara.
Mula-mula dengan cara damai, tapi karena tidak bisa lalu dengan cara menempu
peperangan.
Allah SWT berfirman, ‘dan perangila dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.”
Allah SWT berfirman, ‘dan perangila dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.”
Menurut
Islam, berperang dalam ragka mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa,
Negara dan agama merupakan “jihad fi sabilillah” tersebut dianggap mati syahid,
yang imbalannya adalah surga. Perubahan-perubahan cara berpikir, bersikap dan berbuat
yang ditanamkan islam tersebut mendorong umat islam Indonesia di berbagai
pelosok tanah air untuk berjuang mengusir kaum penjajah dengan berbagai cara,
antara lain dengan cara peperangan.
Perjuangan mengusi penjajah terus berlanjut, sampai kaum penjajah betul-betul angkat kaki dari bumi Indonesia.
Perjuangan mengusi penjajah terus berlanjut, sampai kaum penjajah betul-betul angkat kaki dari bumi Indonesia.
b. Perlawanan
Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan
1. Perlawanan
terhadap Penjajah Portugis
Bangsa Portugis dating dari Eropa Barat
ke Dunia Timur, termasuk Indonesia, dengan semboyan “gold, glory dan gospel”.
Untuk mewujudkan semboyan tersebut,
bangsa Portugis melakuka berbagai usaha dengan menghalakan segala cara. Antara
lain pada tahun 1511 mereka merebut Bandar Malaka, yang waktu itu berada di
bawah kekuasaan Sultan aMahmyd Syah (1488-1511_, dari Malaka bangsa Portugis
melebarkan pengaruh kekuasaannya ke kepulauan Nusantara, antara lain ke
kepulauan Maluku lalu mendirikan benteng pertahanan di sana dank e pulau Jawa
dengan mendirikan benteng pertahanan di Sunda Kelapa.
Sikap bangsa portugis yanga kasar dan angkuh, yang bermaksud merebut kekuasaan dan memaksakan kemauannya dalam perdagangan, menyebabkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia bangkit untuk memberikan perlawanan mengusir penjajah Portugis dari bumi Nusantara.
Putra mahkota Kesultanan Demak, adipati Unus, memimpin penyerangan terhadap penjajah Portugis di Malaka (1513), dengan mengerahkan armada yang berkekuatan 100 buah kapal dan dibantu oleh bala tentara Aceh dan Sultan Malaka yang sudah tersingkir. Namun penyerangan ini dapat digagalkan oleh penjajah Portugis, karena keunggulan mereka di bidang persenjataan, perlawanan terhadap penjajah Portugis yang bermarkas di Malaka ini diteruskan oleh Sultan trenggonoyang memerintah Demak selama 25 tahun (1521-1546). Berkali-kali beliau mengirim bantuan ke Johar dan Aceh untuk merebut Malaka dari penjajah Portugis, namuntetap tidak berhasil.
Kalau perlawanan umat Islam terhadapa
Portugis yang bermarkas di Malaka mengalami kegagalan, lain halnya terhadap
penjajah Portugis yang berpusat di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku yang
memperoleh hasil gemilang.
Pada tahun 1526 bala tentara Demak di
bawah pimpinan panglima perang Fatahillah berangkat melalui jalan laut menuju
Sunda Kelapa, Fatahillah dan bala tentaranya mengepung Sunda Kelapa dan
terjadilah pertempuran sengit melawan penjajah Portugis. Dalam pertempuran ini
Fatahillah dan bala tentaranya memperoleh kemenangan. Sunda Kelapa di rebut
dari tangan penjajah Portugis. Kemudian Sunda Kelapa diganti namanya menjadi
Jayakarta(Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M yang
kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta.
Di daerah Maluku, Portugis yang
bersahabat dengan Ternate, dan Spanyol yang bersahabat dengan Tidore, berhasil
mengdu domba dua kerajaan Islam tersebut. Sementara kedua kerajaan tersebut
bertempur mati-matian, Portugis dan Spanyol mengadakan perjanjian Tordesilas
(1529) yang isinya:
1.
Maluku menjadi
milik Portugis
2.
Filipina selatan
menjadi milik Spanyol
Perjanjian
ini sangat menekan rakyat Maluku, terutama Ternate. Oleh karena itu, Sultan
Haerun bersama rakyatnya berbalik melawan Portugis. Kebencian rakyat Ternate
semakin meluas, ketika Sultan haerun dibunuh secara licik pada tahun 1570.
Perang pun meletus, dipimpin Sultan Baabullah, putra Sultan Haerun, rakyat
Ternate berperang dangan gagah berani. Setelah berperang selama empat tahun,
akhirnya pada tahun 1574, rakyat Ternate berhasil mengusir Portugis dari bumi
Maluku.
2. Perlawanan
terhadap Penjajah Belanda
Setelah penjajah Portugis angkat kaki
dari Bumi Indonesia, bangsa Indonesia kembali dijajah oleh bangsa Belanda, yang
untuk pertama kali berlabuh di Banten pada tahun 1596 dipimpin oleh Corneli de
Houtman. Tejuan kedatang Belanda ke Indonesia sama dengan tujuan penjajah
Portugis, yakni untuk memaksakan praktik monopoli perdagangan untuk menanamkan
kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara. Untuk mencapai
tujuan tersebut, penjajah Belanda menempuh berbagai usaha dan menghalalkan
segala cara. Misalkan, menerapkan politik Divide et Impera, musliha damai, mengeruk
kekayaan sebanyak-banyaknya dari bumi Nusantara untuk membangun bangsanya dan
membiarkan rakyat Indonesia berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Menghadapi sikap dan perilaku bangsa Belanda yang tidak berperi kemanusiaan dan berperikeadilan tersebut, kerajaan-kerajaan islam dan umat islam dipimpin panglima perangnya masing-masing, bangkit melawan penjajah Belanda.
Menghadapi sikap dan perilaku bangsa Belanda yang tidak berperi kemanusiaan dan berperikeadilan tersebut, kerajaan-kerajaan islam dan umat islam dipimpin panglima perangnya masing-masing, bangkit melawan penjajah Belanda.
Sejarah mencatat denga tinta emas,
sederetan nama pejuang kusuma bangsa yang rela menderita, bahkan berkorban jiwa
dalam berperang melawan penjajah Belanda, demi tegaknya kemerdekaan bangsa dan
Negara Indonesia tecinta.
Di pulau jawa nama-nama tersebut antara
lain: Sultan Ageng Tirtayasa, Kyai Tapa dan Bagus Buang dari kesultanan Banten,
Sultan Agung dri Kesultanan Mataram dan Pangeran Diponegoro dari Kesultanan
Yogyakarta. Di Pulau Sumaera tercatat nama Tuanku Imam Bonjol, yang telah
memimpin bala tentara muslim dalam berperang melawan penjajah Belanda selama 17
tahun, sehingga merepotkan penjajah Belanda dan menimbulkan kerugian yang tidak
sedikit. Setelah Tuanku Imam Bonjol tertangkap, perjuangan diteruskan oleh
Tuanku Tambusai.
Dari kesultana Aceh kita mengenal
sederetan nama para panglima perang Islam seperti: Panglima Polim, Panglima
Ibrahim, Teuku Cek Ditiro, Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan
dan sultan Alaudin Muhammad Daud Syah.
Dari Maluku, yakni dari Kesultanan
Ternate dan Tidore, tercatat nama-nama para pejuang kusuma bangsa seperti,
Saidi, Sultan Jamaluddin dan Pangeran Neuku.
Dari Sulawesi Selatan, yakni dari
kerajaan Gowa-Tallo dan Bone, terkenal nama para pahlawan bangsa seperti Sultan
Hasanudin da Lamadu Kelleng yang Bergelas Arung Palaka.
Sedangkan dari Kalimantan Selatan, rakyat
yang mengalami penderitaan dan kesengsaraan akibat pajak yang tinggi dan
kewajiban kerja paksa serempak mengangkat senjata di bawah pimpinan para
panglima perang seperti: Pangeran Antasari, Kyai Damang Lemam, Berasa, Haji
Masrin, Haji Bayasin, Kyai Langlang, Pangeran Hidayat, Pangeran Maradipa, dan
Tumenggung Mancanegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar