JABARIYAH
A.
PENGERTIAN JABARIYAH
Kata "Jabariyah" berasal
dari kata bahasa arab "Jabara" yang artinya memaksa. Dan yang
dimaksud adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang berfaham bahwa
semua perbuatan manusia bukan atas kehendak sendiri, namun ditentukan oleh
Allah SWT. Dalam arti bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik
perbuatan buruk, jahat dan baik semuanya telah ditentukan oleh Allah SWT dan
bukan atas kehendak atau adanya campur tangan manusia.
Jabariah adalah pendapat yang tumbuh
dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka
Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang
dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda
mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa
yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan
bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu
sunyi dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri. Ini
dapat diartikan pula bahwa manusia itu akhirnya tidak bersalah dan tidak
berdosa, sebab ia hanya digerakkan oleh kekuatan atasan dimana ia tidak lain
laksana robot yang mati, tidak berarti.
Pendapat jabariah diterapkan di masa
kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih
dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu
Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah
mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang
licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya
sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha
dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur
manusia yang terlibat di dalamnya.
Aliran Qadariyah berpaham: Serba Ikhtiar. Aliran ini berpendirian
bahwa manusia itu bebas dan berkuasa dalam melakukan segala macam perbuatannya.
Aliran Jabariah menentang paham
Qadariah tersebut, dan ia berpaham: Serba
Takdir. Aliran ini berpendapat bahwa manusia itu tidak ada kebebasan untuk
menentukan perbuatannya, dangan alasan bahwa Tuhanlah yang menjadikan manusia
dan segala perbuatannya.
Tokoh-tokoh Jabariyah
1. Ja'd
Bin Dirham
Ia adalah seorang hamba dari bani
Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah yaitu
khalid bin Abdullah El-Qasri.
Pendapat-pendapatnya:
Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan- oleh Alqur'an surat An-Nisa ayat 164.
Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan- oleh Alqur'an surat An-Nisa ayat 164.
Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah
dijadikan Allah kesayangan-Nya menurut- ayat 125 dari surat An-Nisa.
2. Jahm
bin Shafwan
Ia bersal dari Persia dan meninggal
tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwa dengan Bani Ummayad.
Pendapat-pendapatnya:
Bahwa keharusan mendapatkan ilmu pengetahuan hanya tercapai dengan- akal sebelum pendengaran. Akal dapat mengetahui yang baik dan yang jahat hingga mungkin mencapai soal-soal metafisika dan ba'ts/dihidupkan kembali di akhirat nanti. Hendaklah manusia menggunakan akalnya untuk tujuan tersebut bilamana belum terdapat kesadaran mengenai ketuhanan.
Iman itu adalah pengetahuan mengenai kepercayaan belaka. Oleh sebab- itu iman itu tidak meliputi tiga oknum keimanan yakni kalbu, lisan dan karya. Maka tidaklah ada perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya dalam bidang ini, sebab ia adalah semata pengetahuan belaka sedangkan pengetahuan itu tidak berbeda tingkatnya.
Bahwa keharusan mendapatkan ilmu pengetahuan hanya tercapai dengan- akal sebelum pendengaran. Akal dapat mengetahui yang baik dan yang jahat hingga mungkin mencapai soal-soal metafisika dan ba'ts/dihidupkan kembali di akhirat nanti. Hendaklah manusia menggunakan akalnya untuk tujuan tersebut bilamana belum terdapat kesadaran mengenai ketuhanan.
Iman itu adalah pengetahuan mengenai kepercayaan belaka. Oleh sebab- itu iman itu tidak meliputi tiga oknum keimanan yakni kalbu, lisan dan karya. Maka tidaklah ada perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya dalam bidang ini, sebab ia adalah semata pengetahuan belaka sedangkan pengetahuan itu tidak berbeda tingkatnya.
Tidak memberi sifat bagi Allah yang mana sifat
itu mungkin diberikan-
pula kepada manusia, sebab itu berarti menyerupai Allah dalam sifat-sifat itu.
Maka Allah tidak diberi sifat sebagai satu zat atau sesuatu yang hidup atau
alim/mengetahui atau mempunyai keinginan, sebab manusia memiliki sifat-sifat
yang demikian itu. Tetapi boleh Allah disifatkan dengan Qadir/kuasa, Pencipta,
Pelaku, Menghidupkan, Mematikan sebab sifat-sifat itu hanya tertentu untuk
Allah semata dan tidak dapat dimiliki oleh manusia.
B. LATAR BELAKANG KEMUNCULAN
Golongan Jabariyah pertama kali
muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu
kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran
ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa
manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia
ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada
Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun
pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah
adalah al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali
menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah.
Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan
mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah
namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi
pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum
tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali.
Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai
tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum
Qadariyah dan Jahmiyah.
Disebut Qadariyah karena mereka
mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan
menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya
intervensi Allah.
Disebut Jahmiyah karena mereka
mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah,
Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat
Allah dengan mata kepala di hari kiamat.
Berkaitan dengan hal ini, Ibnu
Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi
tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat
dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau
kaum Mu'tazilah menafikanya maka kaum Jahmiyah meyakininya.
C. DOKTRIN-DOKTRIN POKOK (USHULUL KHOMSAH)
Ajaran-ajaran pokok Jabariah:
a) Bahwa
manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik hanya Allah
semata yang menentukannya.
b) Bahwa
Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
c) Ilmu
Allah bersifat Huduts (baru)
d) Iman
cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
Iman menurut ajaran Jabariyah adalah
kesadaran antara pikiran, hati, dan perbuatan. Jika ketiganya telah bekerja
sama, maka terjadilah kekuatan yang menghasilkan sebuah tindakan yang baik.
e) Bahwa
Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
f) Bahwa
surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya,
karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
g) Bahwa
Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
h) Bahwa
Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.
Asas-asas mazhab Qadariyah:
a) Mengingkari
takdir Allah Taala dengan maksud ilmuNya.
b) Melampau
di dalam menetapkan kemampuan manusia dengan menganggap mereka bebas
berkehendak (iradah). Di dalam perbuatan manusia, Allah tidak mempunyai
pengetahuan (ilmu) mengenainya dan ia terlepas dari takdir (qadar). Mereka
menganggap bahawa Allah tidak mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu kecuali
selepas ia terjadi.
c) Mereka berpendapat bahawa Allah
tidak bersifat dengan suatu sifat yang ada pada makhluknya. Kerana ini akan
membawa kepada penyerupaan (tasybih). Oleh itu mereka menafikan sifat-sifat Ma'ani
dari Allah Taala.
d) Mereka berpendapat bahawa
al-Quran itu adalah makhluk. Ini disebabkan pengingkaran mereka terhadap sifat
Allah.
e) Mengenal
Allah wajib menurut akal, dan iman itu ialah mengenal Allah.
f) Mereka
mengingkari melihat Allah (rukyah), kerana ini akan membawa kepada penyerupaan
(tasybih).
g) Mereka
mengemukakan pendapat tentang syurga dan neraka akan musnah (fana'), selepas
ahli syurga mengecap nikmat dan ali neraka menerima azab siksa.
D. QADHA DAN QADAR SERTA MAKNA TAKDIR ALLAH MENURUT
JABARIYAH
Aliran Jabariyah berpendapat
mengatakan segala sesuatu yang terjadi pada manusia atau jagad raya ini
meupakan kehendak Allah semata tanpa peran serta sesuatu pun termasuk di dalamnya
adalah perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan oleh manusia. Aliran
Jabariyah mengibaratkan bahwa perbuatan manusia tak ubah seperti dedanunan yang
bergerak diterpa angin atau dalam ilustrasi yang sangat sederhana bisa dicontohkan
bahwa aliran Jabariyah menggambarkan manusia bagaikan robot yang disetir oleh remote
kontrol.
E. PERBUATAN, KEHENDAK
MANUSIA DENGAN QUDRAT IRADAT ALLAH MENURUT JABARIYAH
Para Ulama Pengikut aliran
Jabariyah, berpendapat bahwa semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia
merupakan kehendak dan ketetapan Allah. Manusia tidak mempunyai peran atas
segala perbuatannya. Perbuatan baik dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia
merupakan Qudrat dan Iradat (kekuasaan atau kehendak) Allah.
Ulama aliran Jabariyah
mengesampingkan usaha dan ikhtiar manusia. Dengan kata lain manusia tidak
mempunyai peran apa-apa atas kehendak dan perbuatannya, semuanya berdasarkan
Qadha dan Qadar Allah, Kalau semua perbuatan manusia merupakan ketetapan dan
kehendakan Allah mengapa manusia harus diberi pahala jika menjalani suatu
kebaikan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:
QS: 4: An-Nisa': 13
Artinya: " Barangsiapa ta'at
kepada Allah dan Rasul-Nya, Niscaya Allah memasukannya ke dalam surga yang
mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya; dan itulah
kemenangan yang besar". (QS: 4:
An-Nisa': 13)
Allah juga akan memberikan siksa
kepada hambaNya yang selalu berbuat dosa artinya tidak mau ta'at kepada Allah
dan rasul-Nya. Yakni tidak mau meninggalkan semua larangan-Nya dan tidak mau
menjalankan semua perintah-Nya. Sebagaimana firman Allah:
QS: 4: An-Nisaa':14
Arinya: "Dan Barangsiapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, Niscaya
Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan
baginya siksa yang menghinakan". (QS:
4: An-Nisaa':14)
Dilihat dari sisi lain pendapat
'Ulama Jabariyah kurang kuat karena: Untuk apa pula Allah memberi petunjuk,
kabar gembira dan memberikan peringatan melalui para Rasul-Nya agar manusia
dapat mengerti antara haq dan yang bathil sebagaimana firman Allah:
QS:18: Al-Kahfi: 56
Artinya: "Dan tidaklah Kami
mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan" (QS:18:
Al-Kahfi: 56)
Dari beberapa Kutipan Ayat suci
Al-Quran diatas maka pendapat ulama Jabariyah menjadi lemah. Sementara itu
Yusuf Al Qardhawi memandang bahwa aliran Jabariyah hanya memandang satu sifat
kekuasaan Allah dan tidak memandang keadilan dan kebijaksanaan-Nya; sehingga
semua perbuatan yang dilakukan disandarkan pada takdir Allah. Dengan kata lain
aliran Jabariyah menafikan fungsi dan peran Rasul Allah serta ancaman yang akan
diberikan kepada pelanggar (durhaka) tatanan nilai Ilahiyah (syari'ah agama)
dan pahala bagi para pelaksana (bertaqwa) tatanan nilai Ilahiyah (sayri'ah
agama). Hal ini menurut Jalaluddin Ar-Rumi bahwa: Sekiranya manusia dalam
keadaan terkekang seperti pendapat aliran Jabariyah, maka tidak mungkin jika
dia dibebani perintah dan larangan, atau disuruh untuk menjalankan syari'at dan
hukum Islam. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu berisikan perintah dan larangan.
Jabariah sebagai penolakan terhadap
pandangan kaum qadariyah, munculnya kaum Jabariyah yang berpendapat bahwa
perbuatan manusia itu baik dan buruk, semuannya berasal dari Allah. Jika
perbuatan tersebut disebut sebagai perbuatan manusia, maka hal ini hanya kiasan
saja. Seperti saat kita menyatakan bahwa sungai itu mengalir, padahal pada
hakikatnya Tuhanlah yang mengalirkannya. Manusia menurut pandangan kaum
Jabariyah tak ubahnya seperti bulu ayam yang bertebangan ditiup angin (karena
itulah maka kaum Jabariyah dan kaum qadariyah dikatakan dua golongan yang satu
sama lainnya saling bertolak belakang.
Berdasarkan keyakinan seperti ini
maka kaum Jabariyah memiliki pandangan yang meniadakan sifat dan nama Allah,
sementara Al-kalam (firman Allah) yang merupakan sifat Allah menurut pendapat
mereka adalah hadis (sesuatu yang baru).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar