Me Goeroeh92

Kamis, 19 April 2012

Jangan Berkecil Hati


Bismillaahirrahmaanirrahiim


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Suatu ketika, ada sebuah pohon yang rindang. Di bawahnya tampak dua orang yang sedang beristirahat.Rupanya ada seorang pedagang bersama anaknya yang berteduh di sana. Tampaknya mereka kelelahan sehabis berdagang di kota. Dengan menggelar sehelai tikar, duduklah mereka di bawah pohon yang besar itu.


Angin semilir membuat sang pedagang mengantuk. Namun, tidak demikian dengan anaknya yang masih belia. "Ayah, aku ingin bertanya...."terdengar suara yang mengusik ambang sadar si pedagang. "Kapan aku besar, Ayah? Kapan aku bisa kuat seperti Ayah dan bisa membawa dagangan kita ke kota? " Sepertinya, lanjut sang bocah," aku tak akan bisa besar. Tubuhku ramping seperti Ibu, berbeda dengan Ayah yang tegap dan berbadan besar. Kepikir, aku tak akan sanggup memikul dagangan kita jika aku tetap seperti ini. "Jari tangannya tampak menggores-gores sesuatu di atas tanah. Lalu, ia kembali melanjutkan," Bilakah aku bisa punya tubuh besar sepertimu, Ayah?


Sang Ayah yang awalnya mengantuk kini tampak siaga. Diambilnya sebuah benih di atas tanah yang sebelumnya dikais-kais oleh anaknya. Diangkatnya benih itu dengan ujung jari telunjuk. Benda itu terlihat seperti kacang yang kecil, dengan ukuran yang tak sebanding dengan tangan pedagang yang besar. Kemudian ia pun mulai berbicara. "Nak, jangan pernah malu dengan tubuhmu yang kecil. Pandanglah pohon besar tempat kita berteduh ini. Tahukah kamu, batangnya yang kokoh ini dulu berasal dari benih yang yang sekecil ini. Dahan, ranting dan daunnya juga berasal dari benih yang Ayah pegang ini. Akar-akarnya yang tampak menonjol juga dari benih ini. Dan kalau kamu menggali tanah ini, ketahuilah sulur-sulur akarnya yang menerobos tanah juga berasal dari tempat yang sama.


Diperhatikannya wajah sang anak yang tampak tertegun. “ Ketahuilah Nak, benih ini menyimpan segalanya. Benih ini menyimpan batang yang kokoh, dahan yang rindang, daun yang lebar, juga akar- akar yang kuat. Dan untuk menjadi sebesar pohon ini, ia hanya membutuhkan angin, air, dan cahaya matahari yang cukup. Namun jangan lupakan waktu yang membuatnya terus bertumbuh. Pada mereka semualah benih ini berterima kasih, karena telah melatihnya menjadi makhluk yang sabar. “ Suatu saat nanti kamu akan besar Nak. Jangan pernah takut untuk berharap menjadi besar, karena bisa jadi itu hanya butuh ketekunan dan kesabaran.”Terlihat senyuman di wajah mereka. Lalu keduanya merebahkan diri meluruskan pandangan ke langit lepas, membayangkan berjuta harapan dan impian dalam benak mereka. Tak lama berselang, keduanya pun terlelap dalam tidur, melepaskan lelah setelah seharian bekerja.


Sahabatku,saudaraku fillah….


Jangan pernah merasa malu dengan segala keterbatasan. Jangan merasa sedih dengan ketidaksempurnaan. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. Allah menciptakan kita penuh dengan keistimewaan. Dan Allah telah menyiapkan kita menjadi makhluk dengan berbagai kelebihan di samping kekurangan yang ada.


Mungkin suatu ketika kita pernah merasa kecil,tak mampu, tak berdaya dengan segala persoalan hidup. Kita mungkin sering bertanya, kapan kita menjadi besar, mampu menggapai semua impian, harapan dan keinginan yang ada di dalam dada. Kita juga mungkin sering membayangkan bilakah saatnya berhasil? Kapankah saat itu akan datang?


Sahabatku,saudaraku fillah…

Kita adalah seperti benih itu. Benih yang menyimpan semua kekuatan dari batang yang kokoh, dahan yang kuat, serta daun-daun yang lebar. Dalam benih pula akar-akar yang keras dan menghujam itu berasal. Namun akankah Allah membiarkan benih itu tumbuh besar tanpa bantuan tiupan angin, derasnya air hujan dan teriknya sinar matahari? Begitupun kita, akankah Allah membiarkan kita besar,berhasil dan sukses tanpa pernah merasakan ujian dan cobaan? Akankah Allah lupa mengingatkan kita dengan hembusan angin “masalah”, derasnya air “ujian”, serta teriknya matahari “persoalan”? Tidak sahabat… karena Allah Maha Tahu bahwa setiap hamba-Nya yang akan menemukan jalan keberhasilan maka Allah akan menguji dengan berbagai persoalan hidup supaya kita sabar,tegar dan kuat.


Jangan pernah berkecil hati sahabat….. karena semua keberhasilan itu ada waktunya, yang terpenting jangan lupa berdo’a, berusaha dengan optimal dan bertawakkal pada Allah. 

Rabu, 18 April 2012

" Bersama Kita Jelang Surga "


Sejak kecil aku mengenalmu, karena kau tetangga dekatku.
Namun tak pernah terbayang kau akan menjadi pendamping hidupku.

Sebenarnya engkau tak terlalu cantik, tapi lebih sulit untuk mengatakan
engkau jelek. Biasa saja. Engkau juga tak pernah memoleskan make-up
di wajahmu, apalagi mengenakan perhiasan sebagaimana kebanyakan teman-temanmu.Namun kesehajaan itulah yang justru mengusik hatiku, sehingga kuputuskan untuk memilihmu menjadi pendamping hidupku. Engkau yang sederhana, pintar dan tak banyak bicara, sungguh terlihat dewasa.

Engkau bukan anak yang berpangkat, juga bukan keturunan ningrat.
Tapi aku tak peduli, yang ku utamakan bukan itu. Tetapi raga yang selalu
menutup aurat dan jiwa yang selalu mengutamakan akhirat.
Tekadku sudah bulat, kan kupinang dirimu dalam waktu dekat.

Saat itu engkau baru lulus SMA.
Tak kusangka engkau akan menerima dengan tangan tebuka.
Bahkan, demi aku, engkau rela mengorbankan keinginanmu untuk mencicipi bangku kuliah. Semua gurumu pun menyayangkan hal itu, karena menurut mereka engkau termasuk murid yag cerdas. Tapi entah mengapa, engkau lebih memilih menjadi ibu rumah tangga saja. Sujud syukurku kepada Alloh, Alhamdulillah.

Semua serasa begitu mudah, dan kita pun menikah.
Saat itu usiaku baru 25 tahun, sedangkan usiamu baru 19 tahun.
Memang masih terlalu muda untuk kalangan umum, tetapi ternyata engkau
berani mengambil keputusan itu. Engkau berani mengakhiri lajangmu di usia yang sedini itu. Aku pun semakin kagum padamu.

Sejak menikah hingga kini, belum pernah engkau mengeluh tentang keadaan
yang kita alami. Padahal engkau tahu sendiri, penghasilanku yang tak seberapa, kadangkala tak seimbang antara pemasukan dan kebutuhan. Sering kita harus menekan beberapa keinginan karena memang kita tidak sanggup menggapainya. Namun tak pernah kulihat kristal bening menetes dari pelupuk matamu karena itu.

Masih teringat ketika pertama kali kita arungi bahtera ini di sebuah kontrakan mungil. Sama sekali kita tak punya apa-apa, bahkan alas tidur pun tak ada.
Tapi, engkau begitu cerdik. Seongkok pakaian kita yag masih tersimpan di dalam tas usang kau keluarkan. Engkau lipat, kemudian kau tumpuk dua hingga tiga pakaian, lalu kau bariskan sedemikian rupa hingga menyerupai kasur.
Kemudian engkau bentangkan kerudung lebarmu laksana seprei permadani menyelimuti kasur indah lita. Engkau tersenyum dan mempersilahkan aku tidur. Kutatap wajahmu, kubalas senyummu dengan genangan air mata haru.

Bersamamu, bergulirnya waktu terasa begitu cepat.
Hari-hari berlalu selalu terasa begitu indah. Kekurangan materi yang menemani kita setiap hari, seakan bukan merupakan beban manakala kita senantiasa ikhlas. Denganmu, begitu banyak pelajaran yang aku petik.

Ketika setahun usia pernikahan kita, tujuh bulan sudah usia kehamilanmu.
Aku begitu panik ketika engkau mengalami pendarahan, tapi engkau begitu tenang, tak gugup sedikit pun. Padahal dari keningmu yang berkerut dan nafasmu yang tertahan, aku tahu kau tengah menahan rasa sakit yag luar biasa. Segera kubawa ke bidan, dan dia bilang ini tanda-tanda mau melahirkan.

Jam dua belas tengah malam, ketika semua insan terlelap dengan mimpi-mimpinya. Anak pertama kita lahir, prematur. Ah… betapa bahagianya aku,
kucium kenigmu berulang kali. Kudengar kau berbisik, “Bi…, aku lapar”.
Tersentak aku mendengarnya. Ya, seharian tadi engkau tidak memasak dan tak makan karena sudah merasakan sakit sejak kemarin.

Sedangkan sore tadi aku hanya beli sebungkus nasi di warung dan sudah kulahap habis, sebab tadi ketika kutawari kau tak mau. Tak ada roti, tak ada jajanan, tak ada apa pun untuk mengganjal perutmu. Mau beli, seluruh toko dan warung sudah pada tutup. Akhirnya, kusodorkan segelas air putih yang disuguhkan bidan untukmu. Dan engkau pun tak menuntut lebih dari itu. Kembali menggenang air mata di pelupuk mataku menyaksikan kebahagian yang tersirat di wajahmu. Ya, bayi mungil kita yang nampak sehat dan berbahagia menjadikanmu lupa lapar dan dahaga.

Tahun berganti dan engkau tak pernah berubah.
Hampir sepuluh tahun kita bersama dalam kehidupan yang selalu sederhana,
tapi kita tak pernah mengeluh. Engkau juga tak pernah menuntut dunia dariku,
tak pernah minta ini dan itu sebagaimana para istri kebanyakan.
Beli pakaian saja, mungkin tiga atau empat tahun sekali. Perhiasan? Kau tak pernah mengenalnya. Bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa berhutang saja bagimu sudah lebih dari cukup.

Sungguh,... aku sanagt beruntung sekali memilikimu.
Engkaulah sebenarnya perhiasan itu. Semoga engkau selalu tegar mendampingiku, hingga kita jelang surga bersama-sama. Insya’ Alloh. (Abu Al-Ayyubi).

*Buat istriku, aku tahu engkau punya impian.
Maafkan aku yang hingga kini belum mampu mewujudkan impianmu...

SAYA BUKAN PENGEMIS


Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena kelaparan sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue menghampirinya, "Om, beli kue Om, masih hangat dan enak rasanya!"
"Tidak Dik, saya mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak.
Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.
Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan berkata, "Tidak Dik, saya sudah kenyang."
Sambil terus mengikuti si pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa dibuat oleh-oleh pulang, Om."
Dompet yang belum sempat dimasukkan ke kantong pun dibukanya kembali. Dikeluarkannya dua lembar ribuan dan ia mengangsurkan ke anak penjual kue. "Saya tidak mau kuenya. Uang ini anggap saja sedekah dari saya."
Dengan senang hati diterimanya uang itu. Lalu, dia bergegas ke luar restoran, dan memberikan uang pemberian tadi kepada pengemis yang berada di depan restoran.
Si pemuda memperhatikan dengan seksama. Dia merasa heran dan sedikit tersinggung. Ia langsung menegur, "Hai adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu berjualan kan untuk mendapatkan uang. Kenapa setelah uang ada di tanganmu, malah kamu berikan ke si pengemis itu?"
"Om, saya mohon maaf. Jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk mendapatkan uang dari usaha berjualan atas jerih payah sendiri, bukan dari mengemis. Kue-kue ini dibuat oleh ibu saya sendiri dan ibu pasti kecewa, marah, dan sedih, jika saya menerima uang dari Om bukan hasil dari menjual kue. Tadi Om bilang, uang sedekah, maka uangnya saya berikan kepada pengemis itu."
Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti. "Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh." Si anak pun segera menghitung dengan gembira.
Sambil menyerahkan uang si pemuda berkata, "Terima kasih Dik, atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya kepada ibumu."
Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira diterimanya uang itu sambil berucap, "Terima kasih, Om. Ibu saya pasti akan gembira sekali, hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."
**********************************************************
Ini sebuah ilustrasi tentang sikap perjuangan hidup yang POSITIF dan TERHORMAT. Walaupun mereka miskin harta, tetapi mereka kaya mental! Menyikapi kemiskinan bukan dengan mengemis dan minta belas kasihan dari orang lain. Tapi dengan bekerja keras, jujur, dan membanting tulang.
Jika setiap manusia mau melatih dan mengembangkan kekayaan mental di dalam menjalani kehidupan ini, lambat atau cepat kekayaan mental yang telah kita miliki itu akan mengkristal menjadi karakter yg sangat bagus, dan karakter itulah yang akan menjadi embrio dari kesuksesan sejati yang mampu kita ukir dengan gemilang.
>>>Dan para PNS atau karyawan swasta yang masih 'MENGEMIS' meminta uang tip atau pungli kepada pengguna jasa setelah melayaninya, padahal mereka sudah digaji, hendaknya belajar dengan seorang anak kecil penjual kue tadi DAN TIDAK MELAKUKANNYA LAGI AGAR INDONESIA SEMAKIN MAJU DAN JAYA.